KENDARI – Temu usaha (Business Gathering) digelar dengan tujuan membangun kerja kolaboratif antara pemerintah dan dunia usaha untuk memperkuat ketangguhan masyarakat terhadap resiko perubahan iklim dan bencana alam di Sulawesi Tenggara (Sultra)
Chief of party USAID APIK Sultra, Paul Jeffery mengatakan, Adaptasi Perubahan Iklim dan Ketangguhan (APIK) merupakan program berdurasi lima tahun dari Badan Bantuan Pembangunan Internasional Amerika (USAID) yang bertujuan untuk membantu Indonesia dalam mengelola risiko bencana dan iklim.
“APIK bekerja membantu pemerintah Indonesia dalam mengintegrasikan adaptasi perubahan iklim dan pengurangan resiko bencana dari level lokal hingga nasional. Dengan menggunakan pendekatan bentang lahan, APIK juga bekerja langsung bersama masyarakat dan sektor swasta untuk secara proaktif mengelola risiko bencana terkait iklim, serta memperkuat kapasitas para pemangku kepentingan dalam memahami dan mengkomunikasikan informasi iklim,” ungkap Paul dalam sambutannya di salah satu hotel Kota Kendari, Selasa (12/12).
Dikatakan, saat ini Sultra rawan terhadap bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, badai, dan gelombang laut esktrim. Banjir dan tanah longsor merupakan bencana yang paling sering terjadi dan membahayakan penduduk.
Sebagai salah satu penggerak perekonomian, katanya, sektor swasta berada pada dua sisi dalam konteks perubahan iklim. Di satu sisi sektor swasta merupakan kontributor terciptanya perubahan iklim. Namun, disisi lain sektor swasta juga memiliki potensi sebagai penyedia solusi bagi perubahan iklim tersebut, termasuk melakukan aksi-aksi adaptasi dan penguatan ketangguhan bagi perusahaannya maupun bagi masyarakat lokal.
“Selain itu, bencana banjir juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun,” bebernya.
Sementara itu, Direktur pemasaran PT Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Tenggara (Bank Sultra), Depid mengungkapkan, sebagai bank pembangunan daerah, Bank Sultra memiliki mandat untuk mendukung pengembangan sektor-sektor potensial di Sultra.
“Rendahnya kapasitas petani, nelayan, dan masyarakat untuk adaptasi perubahan iklim secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada kinerja Bank Sultra. Salah satunya adalah risiko terjadinya kredit macet (non-performing loan) karena usaha debitur terkena bencana alam,” urainya.
Ia menuturkan, selama ini analisis risiko yang digunakan oleh Bank Sultra masih terbatas pada aspek karakter, kapasitas, kapital, kondisi ekonomi, dan agunan. Sektor pertanian yang rentan terhadap perubahan iklim dan cuaca membutuhkan analisis tersendiri.
“Untuk mendukung upaya ini, Bank Sultra mengembangkan skema-skema pinjaman di dalam sektor pertanian, dibutuhkan instrumen untuk meminimalisirnya,” tutupnya.
Reporter: Waty
Editor: Kardin