Reporter : Rahmat R.
Editor : Ardilan
KENDARI – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tenggara (Sultra) melalui Kepala Biro (Karo) Pemerintahan, Laode Ali Akbar menanggapi pernyataan Ketua Komisi I DPRD Kota Kendari Rizki Brilian Pagala terkait persoalan tanah di Nanga-nanga Kota Kendari.
Laode Ali Akbar mengatakan status tanah Pemprov Sultra seluas 100 hektare di Nanga-nanga adalah tanah pemerintah bukan tanah sengkta, melainlan tanah rakyat yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah.
“Meskpiun kami tidak punya sertifikatnya secara hukum kami punya keputusan itu ada dalam keputusan Bupati Konawe (wilayah Kendari) tahun 1976 dan dibuktikan dengan surat hukum oleh Kepala Bidang Agraria atas nama bupati kala itu,” ucap Laode Ali Akbar meluruskan pernyataan Rizki Brilian Pagala, dikonfirmasi MEDIAKENDARI.Com, Selasa 04 Agustus 2020.
Ia menjelaskan terkait aset Pemprov yang dilaporkan masyarakat ke DPRD Kendari seharusnya Riski sebagai legislator mengarahkan laporan tersebut ke DPRD Sultra.
“DPRD Kota Kendari tidak punya hak menghering pejabat provinsi apalagi soal tanah ini. Dia harusnya mengarahakan masyarakat ke DPRD Sultra. Tujuannya agar bisa hering dengan Pemprov karena tidak ada aturan Pemprov menghadiri hering Dewan Kota,” tukasnya.
Ia menilai, Ketua Komisi I DPRD Kendari itu tidak mengetahui aturan tentang jalur koordinasi dengan urusan yang melibatkan Pemprov Sultra.
“Dia salah alamat, dia memberi komentar memberhentikan pengurusan sertifikat. Dia kalau tahu aturan datang konsultasi ke kami dan dia juga kalau paham arahkan masyarakat ke DPRD provinsi,” ujarnya.
Mantan Pj. Bupati Buton Tengah (Buteng) ini mengakui pihaknya telah dua kali melakukan hering bersama DPRD Sultra terkait persoalan tanah dimaksud.
“DPRD kota (Kendari) tidak punya kewajiban untuk pemberhentian pengurusan sertifikat tanah provinsi ini. Di Pengadilan kami sudah selesaikan. Kalau maasyakat masih punya aduan kan ada pengadilan,” pintanya
Menurutnya, hingga kini Pengadilan juga sudah melakukan pengecekan dan tidak ada bukti yang menunjukkan masyarakat memiliki tanah di Nanga-nanga.
“Masyarakat maunya ambil tanah padahal tidak mungkin kita kasih karena ini tanahnya provinsi,” imbuhnya.