NEWS

Refleksi Cross Cutting Power and Cross Cutting Loyalities Demokratisasi 2024 Di Sulawesi Tenggara

2578
×

Refleksi Cross Cutting Power and Cross Cutting Loyalities Demokratisasi 2024 Di Sulawesi Tenggara

Sebarkan artikel ini

Pakar Politik etnisitas memberikan racikan formula untuk perhelatan politik di daerah yang multietnis, seperti Sulawesi Tenggara karena ditahun politik 2024 banyak kalangan yang ragu dengan politik identitas etnisitas bahkan ada banyak yang mencemoh sebagai politik konvensional dan primordial kesukuan, mereka lupa bahwa mereka hidup di negara yang multietnis dan multi cultur. Dianggapnya politik identitas suatu makhluk yang berbahaya untuk bangsa ini dalam demokratisasi 2024.

Bila kita pandai mengelola politik identitas seperti yang dianjurkan oleh para pakar politik etnisitas maka sesungguhnya konflik antar atnis tidak akan terjadi dalam ajang demokratisasi. Mereka telah mendalami bahwa setiap suku bangsa di dunia ini ada nasionalisme etnisnya yang mampu menembus waktu dan zaman perdaban dengan penuh kearifan dan moral force-nya sehingga nilai-nilai budaya etnisitas mampu mengawal disetiap perubahan zaman bangsanya.

Nilai-nilai dan norma etnisitas dapat menjadi instrumen untuk membuka ruang masuk dalam keragaman dan keamanan berdemokrasi di Indonesia. Adapun jika ada yang menyangsikan karena ketidak pahamnya dengan politik identitas etnisitas, maka dipastikan dia buta akan keadatan dan kecanggihan peradaban bangsanya sendiri. Mengapa? karena jika demokrasi yang lahir dari negara homogen dan diadopsi oleh negara heterogen yang multikultur maka formula pengamanannya justeru adalah identitas etnis, suku, dan adat budaya lokalitas bangsa itu sendiri, jadi jangan dipertentang antara demokrasi dan identitas etnisitas budaya. Sesungguhnya demokrasi kita justeru akan diperkuat oleh keragaman budaya, agama dan adat istiadat etnisitas bangsa ini yang penuh dengan kearifan hati dan akal sehat. Menurut perspektif nasionalis bahwa orang luar ialah WNI keturunan imigran yang masih totok dan Asing. Contoh ada bangsa lain yang datang dari luar.

Mereka ini tdk boleh jadi penguasa politik di Indonesia. Krn merupakan wujud penjajahan Pribumi oleh bangsa asing. Sedangkan dalam Perspektif politik etnisitas, sesama Pribumi pendatang dari daerah lain, bisa ditempuh dengan menggunakan metode penggabungan kekuatan politik dengan apa yang disebut Cross Cutting Power yang senantiasa melahirkan Cross Cutting Loyalities, contoh: jika cagub Etnis Tolaki seyogyanya wagubnya Etnis Muna; jika cagub Etnis Buton seyogyanya wagub Tolaki ; cagub Etnis Muna seyogyanya wagubnya Etnis Buton; dst. Kalaupun ada dari “mereka” yang datang dari luar etnis lokal dan memiliki kapasitas, aksesibiltas, maka bergabunglah dengan totalitas agar dapat terangkul dalam komunitas lokalitas.

Pakar Sosiologi politik Bart memang telah mengistilahkan antara penduduk asli dan pendatang dengan istilah “antara kami dan mereka”. Yang dapat diartikan jika satu daerah tidak memiliki SDM yang berkualifikasi dalam memimpin daerahnya, maka baru mereka bisa masuk “mengimporkan diri” dari luar dengan syarat sang calon mendapat restu tokoh-tokoh asli daerah tersebut, memahami budaya adat istiadat lokal, mengenal daerah, memiliki aksesibilitas, kredibiltas dan integritas dalam kepemimpinan. Para pakar sosiologi politik menyampaikan bahwa Sesungguhnya strategi Cross Cutting Power adalah pereduksi konflik dlm masyarakat pluralis yang mendekati titik Zero Conflict.

Ini sudah dibuktikan saat di Kalimantan Barat pada tahun 2003. Saat itu Melayu dgn Dayak berebut kekuasaan. Gubernur Kalbar Mayjen TNI Aspar Aswin memanggil salah satu Pakar yang konsen terhadap politik Identitas Etnis bernama Dr. M. La Ode dan menanyakan : “La Ode, bagaiman solusi konflik politik horizontal ini?” maka dijawab kiranya menggunakan metode Cross Cutting Power. Bagaimana caranya? Semua paslon disilang silangkan. Terbukti Pemenangnya paslon Usman Ja’far (Melayu) dengan LH. Kadir (Dayak) 33 kursi dari 55 kursi di DPRD Kalbar. Di Kalbar juga banyak kaum pendatang dari Madura, Jawa, dan Sulawesi yang dikenal loyalis dalam membangun ekonomi Kalbar.

Konsep Cross Cutting Power dan Cross Cutting Loyalities sesungguhnya juga telah dipraktekan di Sulawesi Tenggara sejak memisahkan diri dari Sulawesi Selatan 1964, dengan istilah pasangan Daratan dan Kepulauan dan terbukti hasilnya mampu meredam konflik dan mendatangkan kedamaian antar suku suku karena terjalin komunikasi dan saling menghargai masyarakat dengan pimpinan maupun mantan pimpinannya di Sultra.

Jadi hindari solusi seperti usul Rusdi Taher dalam jabatannya sebagai anggota penasehat Pusat KKSS di Jakarta, yang mana dia sarankan agar untuk meredam narasi Nuralam harus asingkan di Nusakambangan, itu sangat fatal sekali. Itu bahasa provokasi yang tanpa sadar akan menumbuhkan benih bibit konflik antar anak bangsa. Pendapat tidak berkelas dari seorang anggota penasehat paguyuban karena hanya akan berdampak pada peningkatan eskalasi konflik horizontal di Sultra. Pendapat tersebut dalam konsep politik etnis dianggap tidak beradat dan tidak beradab karena setiap etnis memiliki nasionalisme untuk senantiasa menghormati mantan pimpinannya. Sesungguhnya masyarakat Sultra telah menganggap semua paguyuban yang ada didaerahnya sebagai saudaranya bahkan telah terjadi kawin mawin antar “kami” dengan “mereka (Teori Bart) sehingga jangan ada pikiran terlintas sedikitpun dari siapapun untuk menutup suara kebenaran dari tokoh asli putera daerah dimanapun berada. Sebelum Nuralam dipenjarakan di Sukamiskin ternyata telah berkontribusi dengan memberikan lahan luas untuk membangun gedung lapas perempuan dan anak, dibukakannya akses jalan dan diperhatikannya sarana prasarana lapas yang ada di Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Hal itu karena program dan kegiatan pembangunannya senantiasa bersinergi dengan Kemenkumham RI. Suatu kontribusi maha karya yang luar biasa dari seorang Nuralam terhadap pembangunan Lapas yang ada di Sulawesi Tenggara.

Memang pernah ada narasi yang disuarakan mantan Gubernur Nuralam yang mengoreksi pengelolaan Sumber Daya Alam dan banyaknya bermunculan calon kadidat pimpinan dari luar Sultra . Hal wajar sebagai rasa keprihatinan seorang mantan gubernur, apalagi memang Nuralam putera daerah asli Sultra yang merasa terpanggil jiwa raganya walaupun Nuralam masih menjalani hak hukumnya di penjara Sukamiskin. Ucapan Nuralam itu benar adanya karena saat ini banyak pertambangan di Sulawesi Tenggara dikuasai dan dimiliki orang asing dari luar Sultra yang pengelolaannya amburadu. Di media sudah banyak diberitakan datangnya tenaga kerja asing dari Cina ke Sulawesi Tenggara untuk mengelola sektor pertambangan yang digaji fantastis sementara putera daerahnya digaji minim. Ini membuktikan ucapan Nuralam tersebut benar adanya. Karena Illegal Mining akan membahayakan kelestarian alam dan dampaknya terjadi bencana banjir, tanah longsor, polusi bahkan bisa berefek konflik sosial antar TKA dengan anak bangsa. Jika ada tokoh asli sultra sekelas Nuralam yang menyuarakan keresahan tentang alam Sulawesi Tenggara itu wajar karena beliau mantan gubernur dan putera asli daerah yang bisa merasakan denyut nadi dan keresahan rakyatnya. Dalam pandangan sosiologi politik modern tindakan Nuralam merupakan pembelaan atas hak-hak rakyat yang harus dilindungi dan disampaikan kepada negara. Pandangan tersebut harusnya diapresiasi salut karena walau ditahan di tanah jawa tapi perhatiannya terhadap daerah di Sultra tetap semangat 45. Pemikirannya telah memberikan solusi terbaik untuk daerahnya.

Pakar politik etnis menyampaikan jika tokoh asli putera daerah suatu bangsa dimanapun berada sekalipun dipenjara ditujuh lapis bumi, maka dipastikan semangat perjuangan tidak akan luntur terhadap daerahnya dan akan tetap membara. Jika ada yang berpendapat bahwa suara kebenaran Nuralam dianggap melanggar UU ITE, maka pendapat itu sangat salah dan keliru. Ingat banyak pimpinan didunia ini termasuk Soekarno tetap memikirkan dan memperjuangkan negaranya dari balik jeruji penjara. Berkaitan dengan hal itu, maka wajar seorang mantan pimpinan berjuang untuk daerahnya melalui tulisan dan narasi karena itu suara kebenaran dari ungkapan seorang putera asli daerah atas keprihatinan terhadap bangsanya sendiri. Harusnya narasinya ditanggapi positif sebagiai pelajaran buat kita bahwa alam, tanah, air dan udara harus dijaga kelestariannya dan diolah dgn ramah lingkungan dan memadukan dengan kearifan budaya lokal.

Justeru terlihat nampak terasa janggal jika ada orang di luar Sultra yang menyuarakan ketidaksukaannya atas narasi Nuralam dalam membela rakyatnya, apalagi kelompok tersebut mengkamuflase seakan-akan rakyat marah atas narasi Nuralam. Dalam pandangan politik etnis lokal dinamakan provokator eksternal yang menyamar.

Dalam pandangan Bart sesungguhnya narasi Nuralam menolak orang luar yg akan berniat memimpin Sultra jika “mereka” bertipikal bengis, antek aseng, dan serakah terhadap kekayaan sumber daya alam “kami”. Namun jika “mereka” datang penuh adab dan “kulinuwun” maka tentunya “kami” justeru akan mendukung. Jika kita mampu berdialog imajiner dengan pemikiran Bart, maka sesungguhnya suara Nuralam itu merupakan representasi suara rakyat yang terkunci mulutnya oleh kelompok oligarki yang menggunakan tangan tangan oknum penguasa aseng yang menyumbat suara rakyat di Sultra. Mereka justeru yang memecah belah masyarakat sultra agar rakyat lokal saling bertengkar antara satu dan lainnya.

Terlihat Nuralam ketika menjadi Gubernur Sultra telah banyak membangun maha karya untuk daerah tercintanya. Banyak pusat-pusat perekonomian “mereka” dibangunkannya dengan semangat persaudaraan, infrastruktur menuju ke lokasi pertanian dan perkebunan kaum pendatang diperhatikannya agar mereka juga dapat menikmati pembangunan bersama. Di birokrasi “mereka” diperhatikan dalam menduduki jabatan. Begitu juga dilegislatif diberi ruang untuk duduk menjadi wakil masyarakatnya. Sesungguhnya Nuralam telah menganggap “mereka” sebagai saudara kandungnya sendiri. Maka wajar kalau beliau bersuara untuk saling mengingatkan sebagai sesama saudara bangsa.

Untuk itu, disarankan oleh penulis siapa saja yang ingin masuk dalam memimpin Sultra 2024 disilahkan tapi tunjukkan dulu kehebatan yang ada dan buktikan bahwa bisa layak memimpin rakyat sultra. Tahun 1964 para tokoh masyarakat Sultra meminta pamit dan memisahkan diri dari saudaranya di Sulsel karena rakyat Sultra ingin mandiri secara permanen dalam penyelanggaraan pemerintahan, pembangunan, dan sosial kemasyarakatan. Tentunya karena putera asli Sultra lebih paham tentang daerahnya. Dari 4 suku besar di Sultra baik Muna raya, Buton raya, Kolaka raya, dan penduduk asli Kendari Suku daratan Tolaki Mekongga memiliki kader yang teruji dan berintegritas baik skala nasional maupun internasional yang tidak perlu meminta gelar adat karena telah memilikinya dalam darah, hati dan jiwa sejak dari nenek moyang. Terpatri nasionalisme etnisnya dan cinta daerahnya sejak dimulai dalam kandungan ibu pertiwinya. Namun mereka juga mencintai saudaranya dari luar daerahnya yang ingin membangun Sultra secara totalitas tanpa niat ekspansi mengeruk sumber daya alamnya secara tidak beradat dan tidak beradab.

Para pakar yang ahli di bidang nasionalisme dan politik identitas etnis menyarankan agar berilah ruang kesempatan kepada putera puteri di daerah untuk mencari pemimpin dari kalangannya sendiri dan jangan diganggu pesta demokrasinya. Mereka lebih mengetahui seluk beluk masalah didaerahnya. Di era modernisasi saat ini telah banyak SDM putera daerah yang memiliki talenta, kapabilitas, aksesibiltas, kredibilitas, dan integritas untuk memimpin dan membangun daerahnya secara mandiri.

Untuk itu, para pakar sosiologi politik menyarakan agar dalam memasuki pesta demokrasi 2024 nanti bagi calon pemimpin yang direstui rakyat melalui partai politik, baik dari kalangan “kami” dan “mereka” disarankan berkompetisilah secara beradab didaerah yang memiliki multinetnis dan multikultur dengan menghormati panutan keadatannya termasuk menghormati mantan pimpinan-pimpinannya. Jalin silaturahmi dengan para tokoh-tokoh lokalitasnya. Jikapun ada saudara saudaranya dari luar yang akan ikut membangun ekonomi sultra sebagai masa depan indonesia, maka tentunya masyakat akan bahagia dan senang. Jika ada kemampuan kompetensi sumber daya aparatur birokrasi yang dari luar silahkan ikut dengan pola merit sistem yang secara aturan perundang-undangan telah dipatrikan dalam setiap asesmen.

Para pakar Politik etnis melarang datang dengan sponsor provokasi dan niat menularkan spoil sistem kedaerahan hanya karena ingin merebut kekuasaaan dan merengut Sumber Daya Alamnya. Terlihat memang Sultra dikenal sebagai gadis cantiknya pusat pertambangan nasional. Maka datanglah dengan etika kesopanan ditanah leluhur “kami” agar mendapat empati. Hilangkan sifat ekspansi kolonial yang dapat memecah persaudaraan antar anak bangsa. Konsep Bart memotret dan terlihat bahwa masyarakat Sultra dikenal dengan masyarakat yang permisif (senang menghormati dan menerima tamu), senang membangun bersaudaraan dan mengerti perasaan tamunya yang ingin ikut membangun Sultra.

Harapan semuanya kiranya Sulawesi Tenggara dapat dipimpin dengan model cross cutting power yang dapat melahirkan cross cutting loyalities, perpaduan antara kader pimpinan Daratan dan Kepulauan secara utuh dan melahirkan pasangan yang memiliki talenta, kapabilitas, kapasitas, kredibiltas, integritas, kepedulian dan keinginan kuat untuk memajukan Sulawesi Tenggara sebagai masa depan Indonesia.

Oleh: Dr. Hadi Supratikta, MM Ketua Umum IPPINDO dan Pakar Public Policy

You cannot copy content of this page