JAKARTA – Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Sulawesi Tenggara (Sultra), Hidayatullah memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu 28 Maret 2018 di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan.
Hidayatullah mengaku, selama diperiksa dirinya mendapatkan 17 pertanyaan. Selain itu, mantan Ketua KNPI Sultra ini diperiksa oleh KPK sekitar 1,5 jam sejak pukul 13.30 WIB hingga pukul 15.00 WIB.
“Ada 17 pertanyaan yang diajukan terkait dengan kabijakan dan regulasi. Jadi saya hanya menjelaskan seperti saksi ahli saja terkait soal pencalonan, kampanye dan dana kampanye. Saya hadir di KPK dari pukul 11.00 WIB. Tapi karena antri jadi mulainya sudah jam 13.30 WIB. Sekitar 1,5 jam saya dimintai keterangan,” ucapnya saat dihubungi via WahtsAppnya, Rabu (28/03/2018).
Kata dia, materi pemeriksaan pendalaman soal pencalonan, kampanye dan dana kampanye. Semua terkait dengan PKPU Nomor 3, 4 dan 5.
BACA JUGA: Ini Fakta Dibalik Pemeriksaan Ketua KPU Sultra oleh KPK Soal Kasus ADP-Asrun
Terkait dengan dana kampanye, KPU dimintai soal regulasi, karena ada salah satu calon gubernur yang ditahan KPK. Jadi kita diminta menjelaskan terkait 3 hal itu, termasuk apakah penetapan calon gubernur sah atau tidak.
“Saya sudah sampaikan dengan bukti-bukti yang ada. Kedua tentang metode kampanye dan kegiatan kampanye seperti yang diatur dalam PKPU No 4 dan terkait dengan laporan dana kampanye yang diatur dalam PKPU No. 5,” jelas laki-laki yang akrab disapa Dayat itu.
Ia juga mengatakan, jika dirinya dimintai keterangan atas jabatan sebagai Ketua KPU Sultra.
“Ada 4 hal pokok yang penyidik minta pendalaman dan pemahaman terkait, proses pencalonan (mulai dari pendaftaran, verifikasi, penetapan Paslon dan pengundian nomor urut), kedua soal kampanye terkait metode dan kegaiatan serta jadwal dan waktu kampanye,” ujarnya.
“Ketiga soal dana kampanye yang berkaitan dengan sumber dana kampanye, mulai dari mekanisme dan jadwal terkai laporan awal dana kampanye, laporan penerimaan sumbangan dana kampanye, laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye, audit LPPDK oleh Kantor Akuntan Publik,” bebernya.
“Terkahir soal apakah saya mengetahui tentang soal money pokitik sebelum dittapkan Paslon. Saya bilang itu wewenang Bawaslu. Bukan wewenang KPU,” tukasnya.