NEWS

Sengketa Lahan di Lima Wilayah Kecamatan Konda

1081
×

Sengketa Lahan di Lima Wilayah Kecamatan Konda

Sebarkan artikel ini
Ketgam: Suasana RDP di Ruang Rapat DPRD Konsel

 

Reporter:Erlin

KONAWE SELATAN – DPRD Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait klaim kepemilikan lahan di lima wilayah di Kecamatan Konda. Kelimanya, yakni Desa Lebo Jaya, Morome, Alebo, Lamomea, dan Kelurahan Konda, Rabu, 17 Maret 2021.

RDP yang dipimpin oleh Ketua Komisi I DPRD Konsel, Nadira didampingi anggota dewan lainnya yakni Sabrilah Taridala, Andi Ahmad, Anshari Tawulo, Erman, Ahmad Arno Silondae, Muh. Yusri, Joko Suprihatin, dan Mbatono.

Juga dihadiri Kepala BPN Konsel Ruslan Emba, Kabag Hukum Pujiono, Kepala KPH Gularaya, MN. Dharma Prayudi, Camat Konda, Lurah Konda serta empat kepala desa dan masing-masing pemilik lahan yang saling klaim.

Mediasi yang dibahas dalam RDP di Ruang Rapat DPRD Konsel tersebut terkait saling klaim kepemilikan lahan melawan Afiat Tawakal yang juga mengklaim lahan yang merupakan warisan tanah walaka (pengembalaan ternak).

Masyarakat Desa Lebo Jaya sebagai salah satu warga yang mengklaim lahan, Syarifuddin mengungkapkan, lahan seluas 20 hektar yang terbagi empat hamparan tersebut merupakan lahan yang sebelumnya dimiliki oleh mendiang orang tuanya dan dimanfaatkan sebagai tempat membuka kebun tepatnya di Gunung Alupai.

Kata dia, lahan yang diklaimnya tersebut juga diklaim oleh Afiat Tawakal yang juga diklaim sebagai tanah walaka sejak tahun 1920 peninggalan leluhurnya.

Senada dengan itu, Awaluddin menuturkan, lahan yang diklaim oleh Afiat Tawakal bukanlah tanah walaka melainkan lahan perkampungan.

“Lahan di atas bukan lahan perkebunan. Tetapi lahan perkampungan. Buktinya kuburan batu. Setelah pindah di kampung sekarang naik berkebun tetapi yang berkebun turunannya. Bukan walaka dan bukan naik berkebun. Tapi perkampungan masyarakat waktu itu,” ujar Awaluddin

Klaim itu, mereka katakan sesuai Surat Keputusan Gubernur tahun 2017 dan rumpun di empat desa. Sementara di Desa Lamomea seluas 13 hektar juga diklaim oleh Afiat Tawakal yang merupakan kaitan dengan 20 hektar milik Syarifuddin.

Lurah Konda, Musyriadi mengungkapkan saling klaim antara warga dan Afiat Tawakal merupakan lahan yang sama sehingga tumpang tindih.

Misalnya yang diklaim oleh Afiat Tawakal seluas 260 hektar, adapula yang diklaim warga dalam lima rumpun seluas 120 hektar, kelompok masyarakat Kelurahan Konda seluas 27 hektar, dan kepemilikan perorangan 27 hektar, 11 hektar, 7 hektar sampai dua hektar.

“Lokasi yang diklaim tersebut merupakan lokasi yang sama dalam satu hamparan,” terangnya.

Sedangkan Afiat Tawakal menuturkan lahan yang diklaimnya tersebut selain tanah peninggalan leluhur sebagai tanah walaka, juga tanah yang telah dibelinya dari beberapa warga yang sebelumnya mengklaim memiliki tanah itu.

Masing-masing pihak membuktikan saling klaim itu dengan menunjukan Surat Keterangan Tanah (SKT), peta, dan SK Gubernur.

Sementara itu, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Konsel, Ruslan Emba menyampaikan jika persoalan itu bisa saja diselesaikan secara kekeluargaan. Melalui, peran camat, kepala desa dan tokoh masyarakat. Ruslan menjelaskan untuk satu Kepala Keluarga (KK) maksimal memiliki 12 hektar lahan yang dikuasai.

“Sebab BPN dikuasakan oleh negara untuk memberikan kepemilikan. Saya juga heran kalau satu orang bisa memiliki ratusan hektar lahan,” nilainya.

Sementara itu, Nadira yang memimpin RDP meminta agar para pihak menunjukan legalitas yang sah akan penguasaan fisik tanah. Baik itu tanah adat maupun surat penunjukan bahwa benar adanya tanah yang diklaim merupakan tanah walaka.

“Para pihak perlu menunjukan bukti otentik menguasai secara fisik terkait masing-masing tanah yang diklaim. Jika itu tanah walaka maka perlu bukti fisik dan masih terpelihara secara terus menerus,” terang Nadira.

Terkait tumpang tindih dan saling klaim, dia mengatakan akan dibuka ruang nonlitigasi karena yang lebih baik persoalan tersebut diselesaikan secara kekeluargaan.

“Kalaupun perlu diuji, maka kita serahkan kepada para pihak untuk menempuh jalur hukum di pengadilan,” pungkasnya. (B)

You cannot copy content of this page