BUTON TENGAHFEATUREDHEADLINE NEWSSULTRA

Soal SK Bodong di Buteng, Kadis Kesehatan: Saya Tidak Tahu

964

LABUNGKARI – Anggota DPRD Kabupaten Buton Tengah (Buteng) menerima aspirasi dan mendengar pendapat terkait dugaan SK palsu dari kementerian yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Buton Tengah di Kantor DPRD Buteng, Senin (12/2/2018).

Adapun pihak terkait yang dimintai keterangan dan pendapatnya perihal SK yang tidak jelas tersebut, dari perwakilan Pemerintah Kabupaten Buteng diantaranya, Asisten II, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes), Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Buteng. Rapat tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Buteng, Muthalib.

Dalam rapat dengar pendapat, hadir para korban yang mendapat SK dari kementerian yang diduga palsu itu. Para korban rata-rata harus memberikan uang kepada oknum PNS Dinkes Buteng untuk melaksanakan niatannya menjadi CPNS.

Setelah transaksi, para korban diiming-iming akan diterima menjadi PNS. Kejadian ini telah terjadi pada 2014 hingga 2015 silam dan baru terungkap setelah para korban merasa heran, manakala mereka sudah mendapatkan SK namun masih dirumahkan.

Salah satu korban, Adriana mengungkapkan, sebelum penyerahan uang kepada oknum PNS dari Dinkes Buteng bernama La Ode Husaena, dirinya mendapat informasi tentang seleksi CPNS jalur khusus di Dinas Kesehatan Buton Tengah melalui oknum PNS tersebut.

“Sebelumnya kami mendapat informasi pendaftaran CPNS, lalu kami teman Herlina, menelepon La Ode Husaena, bicara lewat telepon untuk menyiapkan berkas dan membayar,” jelas Adriana.

Dari pengakuan beberapa korban, rata-rata korban membayar bervariasi. Mulai dari Rp 40 juta sampai dengan Rp 80 juta kepada oknum PNS atas nama La Ode Husaena tersebut, dan PNS lingkup Dinkes Buteng lainnya.

Bahkan ada yang mengaku melakukan pembayaran di rumah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Buteng melalui Istrinya. Namun Kepala Dinas Kesehatan Buteng, Saharin membantah hal tersebut.

“Saya sejak terima surat kemarin saya bingung, SK bodong ini siapa yang tandatangani, saya ndak tau, apalagi yang seperti bapak tadi bilang saya yang serahkan, kenapa bilang saya yang serahkan, saya ndak pernah Pak. DPRD jangan melibatkan yang tidak tau,” jelas Saharin.

Sementara itu, La Ode Husaena menjelaskan, yang diurus oleh dirinya merupakan CPNS jalur khusus tanpa tes untuk Dinkes Buton Tengah.

“Pada tahun 2014, sebenarnya ini seluruh Indonesia, bukan cuma Kabupaten Buton Tengah, di Buteng hanya berapa orang, ini dokumen lengkap semua. Dari Jakarta sampai Irian ada semua. Yang tangani semua pak Ali Usman SH. Saya ini kebetulan keluarga saja,” jelas Husaena.

Lanjutnya, kalau tidak ada moratorium, sudah lama selesai. Selama proses ini belum ada pengumuman.

“Kalau mereka tidak mau, saya sudah janji mau kembalikan uangnya, makanya saya buat kuitansi sementara, supaya kalau ada masalah, saya yang bertanggungjawab, kasian mereka (korban, red) kan dari hasil pinjaman juga itu uangnya,” urainya.

“Uang itu sudah disetor disana semua, satu rupiah pun tidak ada saya terima. Disana ada istilahnya penghubung,” lanjutnya.

La Ode Husaena juga mengatakan, jika dirinya diserahkan ke pihak berwajib (Hukum) ia akan menempuhnya.

“Yang ada disetor sama kami ada kurang lebih satu milyar. Tapi ada yang sudah dikembalikan. Kalau dibawa di ranah hukum nanti kita lihat, yang menyuap dan yang disuap masuk pak,” tuturnya.

Kemudian Wakil Ketua DPRD Buteng, Muthalib memberi kesimpulan sementara karena beberapa pihak terkait tidak hadir dan hearing DPR tersebut ditunda untuk dilanjutkan pada minggu depan.

“Kesimpulan sementara rapat, pertama, SK yang ada atas nama Diana dan kawan-kawan dinyatakan palsu. Kedua, penerima uang atas nama La Ode Husaena siap mengembalikan sepenuhnya kepada korban. Rapat diperluas pada 19 Februari 2018 dengan menghadirkan Hj Sarimuna dan Kamaruddin, Inspektorat dan pihak terkait lainnya,” jelas Muthalib.

Reporter: Dzabur
Editor: Jubirman

You cannot copy content of this page

You cannot print contents of this website.
Exit mobile version