Reporter: Rahmat R
Editor: La Ode Adnan Irham
JAKARTA – Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait pemekaran bebera daerah di Indonesia kembali dilaksanakan di Komisi II DPR RI, Senin (16/12/2019). Rapat ini dipimpin Ketua Komisi II, Ahmad Doli Kurnia Tandjung bersama beberapa tokoh daerah yang ingin mekar termasuk Provinsi Kepulauan Buton (Kepton).
Semangat pemekaran Provinsi Kepton ini turut hadir Sultan Buton, Laode Izad Manarfa, Wakil Wali Kota Baubau, Laode Ahmad Monianse serta para tokoh di Kepulauan Buton.
Menurut Laode Izad Manarfa, pemekaran Kepulauan Buton bukan hal yang baru, dimana telah melalui perjalanan panjang. Kata dia, masyarakat Buton siap membangun wilayahnya apabila sudah menjadi provinsi.
“Menjadi kabupaten dan kota saja kita sudah membangun, meskipun tidak semeriah pembangunan provinsi. Kami sampaikan bahwa masyarakat di sana siap membangun termasuk sektor perikanan,” katanya.
Baca juga :
- Dinas Pariwisata Sultra Terbaik Soal Keterbukaan Informasi Publik
- Wakil Ketua Komisi V DPR RI Bersama Direktur Bendungan dan Danau Kementrian PUPR Kunjungi Lokasi Bendungan Pelisika
- KPU Muna Barat Sukses Raih Penghargaan Peringkat I Terkait Pengelolaan Pelaporan Dana Kampanye
Lanjut Izad, Kepulauan Buton ini terletak di antara laut Banda dan Flores sehingga, hasil ikan berlimpah. Selain itu, wilayah Buton sudah menunjang Indonesia Timur, karena memiliki depot Pertamina.
“Kami harapkan dalam pertemuan ini untuk menjadi Provisi Kepulauan Buton,” pintanya.
Wakil Bupati Buton, Iis Elianti Samiun dalam penjelasannya, mengatakan Provinsi Kepton mencakup wilayah-wilayah eks Kesultanan Buton, yakni Kabupaten Buton, Buton Tengah, Buton Selatan, Buton Utara, Wakatobi dan Kota Baubau.
Dalam penjelasannya, Iis menyebut kesultanan Buton berdiri sejak abak 12 dan berakhir tahun 1956 dengan enam raja dan 38 orang Sultan. Selama lebih dari 500 tahun, Kesultanan Buton berdiri sebagai suatu negara yang berdaulat penuh mempunyai pemerintahan, wilayah, rakyat, bendera, bahkan mempunyai mata uang sendiri yang disebut kampua.
Selain itu, kesultanan Buton memiliki UUD yang disebut dengan Murtabat Tujuh, serta ideologi negara yang disebut Syara Patanguna sebagai sumber segala sumber hukum yang berlaku dalam wilayah Kesultanan Buton.
“Pemerintah Kesultanan Buton sejak berdirinya sudah menerapkan sistem pemerintahan semi semi. Dimana sultan diangkat dan diberhentikan oleh Majelis Syara yang disebut Sio Limbona (Legislatif) sebagai perwujudan keterwakilan rakyat Buton,” terang orang nomor dua di Buton ini.
Ia mengatakan, semestinya Negara Indonesia bangga dengan kesultanan Buton, sebab jauh sebelum Montesquieu mencetus Trias Politik yang membagi kekuasaan Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif yang juga diterapkan di dunia ini saat ini.
Tahun 1956 Presiden RI, Soekarno menemui Sultan Buton ke 38, meminta Kesultanan Buton bergabung dengan NKRI. Dengan ilhlas dan tanpa syarat, seluruh rakyat Buton yang diwakili Sultan dan Sio Limbona (legislatif), menyatakan bergabung dalam NKRI. Hal itu ditandai penghapusan Swaparaja Tahun 1957.
Ia mengaku, sebagai Wakil Bupati Buton, dirinya sangat merestui pemekaran tersebut. Soal sumber daya alam, ia yakin bisa menopang Kepton sebagai DOB.
“Kalau di Buton kita punya cadangan aspal yang sangat besar. Di seluruh Indonesia suplai aspal ada di Buton,” tukas Iis meyakinkan DPR. (A)