Reporter: Ardiansyah / Editor: Kang Upi
KENDARI – Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra) mensimulasikan pengamanan pada situasi kuning dan merah, atau saat kondisi berpotensi chaos dan anarkis.
Simulasi ini dilakukan untuk mensinergikan gerak pengamanan aparat kepolisian, dengan aktifitas peliputan para jurnalis, yang menjalankan aktifitas jurnalistiknya pada situasi tersebut.
Kabid Humas Polda Sultra, Kombes Pol. Ferry Walintukan mengatakan, simulasi ini untuk meminimalisir terjadinya tindak kekerasan dan intimidasi terhadap para jurnalis yang meliput.
“Pelatihan ini kawan-kawan pers kita bekali gambaran, menjaga keselamatan apabila dalam unjuk rasa yang nantinya bisa terjadi chaos,” terang Kombes Pol. Ferry Walintukan, ditemui usai simulasi, Kamis, 27 Mei 2021.
Kombes Pol Ferry berharap, para jurnalis dapat memposisikan diri saat meliput, sehingga dapat terlindungi terhindar dari tindak kekerasan dan dalam menjalankan tugas peliputannya.
“Kami berusaha untuk melindungi, karena rekan-rekan pers bukan musuh, tapi mitra kerja kami, selain itu polisi tidak mungkin mendorong, jika pengunjuk rasa tidak melakukan hal-hal yang keliru,” tegas Kombes Pol Ferry.
Sementara itu, Kabag Ops Brimob Sultra, AKP Asri Dyni mengungkapkan, wartawan bisa menempatkan diri di depan polisi ketika berada di situasi hijau, karena situasi tersebut dianggap situasi.
“Disituasi damai ini, para demonstrasi menyampaikan aspirasi secara baik, artinya wartawan fleksibel dalam mengambil gambar, bisa dari depan, bisa dari samping,” jelas AKP Asri Dyni.
Namun, kata AKP Asri, hal itu berbeda saat tiba-tiba eskalasi demontrasi berubah menjadi situasi kuning, yang berarti pengunjuk rasa sudah melakukan pelemparan batu dan saling mendorong.
“Disituasi kuning ini, rekan-rekan wartawan bisa berada dibelakang dalmas pada saat peliputan, dengan radius 20 sampai 30 meter,” tutur AKP Asri.
Sementara itu, lanjutnya, untuk situasi merah, dimana Brimob Polda Sultra sudah mengambil ahli dikarenakan sudah chaos, rekan-rekan wartawan harus mundur di radius 20 sampai 50 meter.
“Saat para demostrasi mulai melempar batu, disituasi ini rekan-rekan wartawan sudah di radius 20 sampai 50 meter dibelakang personel Brimob, entah disamping kiri dan disamping kanan,” jelas AKP Asri.
Atas simulasi ini, Ketua PWI Sultra, Sarjono mengungkapkan, pelatihan seperti ini dibutuhkan wartawan, karena tidak semua wartawan yang bertugas di lapangan memiliki keterampilan dan pengalaman.
Menurutnya, dilihat dari aktifitasnya, pekerjaan sebagai wartawan berisiko, oleh karena itu meliput aksi-aksi unjuk rasa yang berpotensi menimbulkan resiko harus tetap waspadai.
“Dengan simulasi seperti ini bisa membaca eskalasi unjuk rasa, dimana ada tiga bagian, ada hijau, kuning dan ada merah. Sehingga kita menempatkan diri, untuk melakukan peliputan agar tetap aman,” pungkasnya.