BKKBN JAKARTA, MEDIAKENDARI.COM-Dari lapangan tenis, kini berkiprah di kegiatan pencegahan stunting. Itulah kehidupan yang terjadi pada sosok petenis ulung dekade 1990-an. “Sebagai seorang ibu yang juga memiliki anak, saya terpanggil untuk turun bersama rekan yang lain, ikut menangani persoalan bangsa yakni stunting.”
Yayuk Basuki , dialah sosoknya, seorang petenis yang masih tetap dikenang oleh anak bangsa sebagai olahragawati yang tak pernah surut dari dunia olahraga. Lahir dengan nama Sri Rahayu Basuki, Yayuk adalah pemain tenis Indonesia yang terkenal pada era tahun 1990-an. Peringkat tertinggi yang pernah dicapainya adalah posisi ke-19 untuk kelas tunggal dan ke-9 untuk kelas ganda. Tentunya level dunia.
Sejak menggantungkan raket tahun 2004, Yayuk tetap berkegiatan di dunianya. Pernah menjabat Wakil Ketua KONI, Yayuk pun melebarkan kegiatan di organisasi sebagai Ketua Umum Indonesian Olympian Association (IOA) periode 2022-2026, sebuah organisasi tempat berhimpunnya mantan atlet Olimpic Indonesia.
Ketika program Percepatan Penurunan Stunting menjadi isu nasional dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, Yayuk Basuki masih bergumul dengan dunianya. Stunting belum diliriknya. Ia mulai peduli ketika tren prevalensi stunting meningkat di sejumlah daerah. Termasuk di tempatnya bermukim di Daerah Istimewa Yogyarakarta, di mana penurunannya sangat tipis.
Di DI Yogyakarta, berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI 2022), prevalensi stunting hanya turun 0,9% tahun 2022 menjadi 16,4%, dari 17,3% pada 2021. “Program ini harusnys menjadi tugas kita bersama untuk menurunkannya, sebagai kepedulian natural,” jelas Yayuk Basuki.
Kepedulian Yayuk Basuki terhadap upaya pencegahan dan penurunan stunting ternyata berdampak positif. Sejumlah rekannya memberikan dukungan. Bahkan beberapa di antaranya tertarik untuk menjadi Bapak/Bunda Asuh Anak Stunting (BAAS). “Ada keterpanggilan untuk turun bersama atasi bersama turunkan anak stunting di Indonesia,” ujar Yayuk Basuki yang telah menjadi Duta Bunda Asuh Anak Stunting.
Mengaku mengenal stunting sudah sejak lama, Yayuk Basuki mengatakan kala masih aktif sebagai petenis ia kerap meninggalkan buah hatinya. Kala itu anaknya masih usia dini, ditinggal di rumah demi menjalankan tugas negara sebagai petenis profesional. “Bukan berarti saya lepas. Saya tetap memantau ketika lagi sibuk, dan suami melakukan pendampingan terhadap anak di rumah ketika saya tidak di rumah.”
Yang penting, kata Yayuk Basuki mengingatkan, asupan makanan bergizi bagi ibu muda dan ibu hamil harus diperhatikan. “Kalau sarapan harus ada ekstra telur, daging atau ikan. Jadi, kita harus memperhatikan anak sejak usia dini, sejak di kandungan,” tutur Yayuk Basuki.
Saat mengenang masa lalunya, Yayuk Basuki mengatakan saat ibunya mengandung dirinya, ia yakin asupan gizi yang diberikan ibunya cukup memadai. Boleh jadi karena orang tua Yayuk berharap buah hatinya akan dibentuk sebagai seorang olahragawati. Memang, sejak usia lima tahun, oleh ayahnya Yayuk Basuki sudah dikenalkan dengan olahraga tenis.
“Maka, ketika saya hamil, saya pun ingin anak saya yang lahir harus sehat, cerdas dan tak kurang suatu apapun. Apa yang harus saya konsumsi, selalu saya konsultasikan dengan dokter kandungan,” jelas Yayuk Basuki yang menilai penurunan dan pencegahan stunting tidak mungkin dilakukan BKKBN semata.
Pencegahan dan penurunan stunting di mata Yayuk Basuki adalah harga mati. Tidak boleh ditawar dan harus dijalankan segera. Karena itu, ia memberi apresiasi kepada Presiden Joko Widodo yang begitu ‘concern’ dengan program percepatan penurunan stunting. “Mereka adalah anak-anak masa depan bangsa ini. Dari mereka lahir pemimpin bangsa yang kita harapkan. Akan menjadi kekuatiran bersama kalau angka stunting belum mampu kita turunkan,” urai Yayuk Basuki.
Alotnya menurunkan stunting di negeri ini, ditengarai Yayuk Basuki juga akibat masih ada keluarga yang malu mengakui anaknya mengalami stunting. Namun Yayuk optimis percepatan penurunan stunting akan terealisasi menuju 14 persen pada 2024. Hal ini melihat BKKBN begitu massif membangun kemitraan dan menggerakkan komponen bangsa untuk mempercepat penurunan stunting. “Saya sendiri diberi amanah sebagai salah satu Duta Bunda Asuh Anak Stunting,” ujarnya.
Sebagai bunda asuh, saat ini setidaknya terdapat 48 anak dalam pengasuhan Yayuk Basuki. Mereka bermukim di wilayah Yogyakarta. Tepatnya di Kabupaten Kulonprogo. Setidaknya setiap hari Yayuk Basuki menanggung konsumsi 48 anak asuhnya, berupa pemberian dua telur per anak, minimal selama enam bulan.
“Bantuan itu disalurkan melalui Tim Pendamping Keluarga (TPK). Tugas TPK selain menyalurkan bantuan dari para pihak, juga mendampingi keluarga risiko stunting agar bantuan yang diberikan tepat sasaran dan dikonsumsi setiap hari,” papar Yayuk Basuki.
Selain Kulonprogo, tepatnya di Kelurahan Kalirejo, Yayuk Basuki juga akan menjelajah Gunung Kidul, masih di DI Yogyakarta, di akhir September 2023. Bukan sendiri, ia akan mengajak beberapa rekannya. Lokasi yang dituju adalah Kecamatan Semanu. Di sana, selain menebar bantuan, Yaysuk Basuki kemungkinan juga akan menggelar sosialisasi tentang stunting, penyebab dan solusinya.
Sosialisasi memang penting dilakukan. Mengapa? Menurut data, sebagian besar keluarga berisiko stunting berasal dari keluarga mampu. Penyebabnya, adanya pola asuh terhadap anak yang dilakukan tidak tepat. “Ibu sibuk. Anak dirawat kakek dan neneknya. Mereka tidak paham tentang pola asuh. Untuk itu, perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat,” terang Yayuk Basuki.
Adakah kaitan stunting dengan dunia olahraga? Menurut Yayuk Basuki, “Ada”. “Anak-anak dari usia bayi harus dibimbing dan diarahkan ke sektor olahraga. Artinya, mereka harus diperhatikan asupan gizinya. Kita angkat mereka menjadi bibit-bibit unggul. Ini memang tidak bisa jadi tugas pemerintah, tetapi menjadi tugas para pembina olahraga, didukung ‘corporate social responsibility’ (CSR) perusahaan. Kita ingin terjadi regenerasi olahraga ke depan,” harap Yayuk Basuki.
Penulis: Santjojo Rahardjo
Editor: Annisa H