LADONGI – Sebanyak 60 Hekto are (Ha) lahan milik masyarakat Kelurahan Ladongi dan Atula, Kecamatan Ladongi, Kabupaten Kolaka Timur (Koltim), Sulawesi Tenggara (Sultra), hingga saat ini pun tak kunjung juga dibayarkan oleh pihak Balai Sungai IV Sultra di Kendari, selaku Owner pada proyek pembangunan Bendungan Ladongi.
Sejumlah aksi masyarakat Kecamatan Ladongi yang tergabung di Forum Rakyat Penegak Hukum Sultra (Forak), hari ini Sabtu (10/02/2018), mendatangi Kantor Balai Sungai IV Sultra di Proyek Pembangunan Bendungan Ladongi.
Masyarakat aksi menuntut agar pihak pemerintah daerah menghentikan aktifitas pekerjaan proyek Bendungan Ladongi. Selanjutnya pemerintah atau pihak balai segera membayar ganti rugi lahan milik masyarakat.
Koordinator Lapangan (Korlap), Taufik Sungkono mengatakan, masyarakat Kecamatan Ladongi menuntut ganti rugi pembebasan lahan (zona merah) atau yang dikenal dengan Hutan Tanaman Rakyat (HTR), yang berada di area genagan pada proyek pembangunan bendungan ladongi agar segera dibayarkan.
“Masyarakat sudah bosan di janji-janji sejak tahun 2016. Di tahun 2018 ini, masyarakat menginginkan harus teralisasi proses pembayarannya mengingat di tahun 2019 kegiatan tersebut telah rampung,” teriak Taufik dalam orasinya.
“Jika kegiatan telah rampung yang menjadi pertanyaan, dimana masyarakat akan menuntut hak-hak yang selama ini belum di tunaikan serta siapa yang berani menggaransi menyelesaikan persoalan ini?,” sambungnya.
Pria yang juga Ketua KNPI Koltim itu menjelaskan, jika persoalan ini tidak menemukan titik terang dan melahirkan sebuah solusi, maka masyarakat ladongi yang tergabung dalam Foraka tidak segan-segan untuk melakukan penyegelan kantor serta menghentikan segala aktifitas di proyek tersebut.
“Kami tidak segan-segan untuk memblokade dan menyegel kantor dan aktifitas proyek tersebut,” ancamnya.
Sementara itu, pihak Balai Sungai yang menemui para demonstran, Noto prayitno, selaku PPK Pembebasan Tanah bersama kerabatnya Agung Permana yang juga sebagai PPK Pembangunan Bendungan atau Konstruksi menjelaskan, tuntutan para aksi terhadap ganti rugi pembebasan lahan akan segera diuruskan.
“Terkait jumlah 60 Ha yang dituntut para aksi itu tidak benar adanya. Tetapi yang sesungguhnya yang ada di dokumen kami itu adalah 27 Ha saja,” terang Noto.
HTR yang belum sama sekali dibayarkan ini, kata dia, merupakan tugas dari pada Kementerian. Sebab harus benar-benar diketahui titik permasalahanya.
“Kesimpulan dari pertemuan kami ini adalah membuat surat pernyataan bahwa segera di selesaikan ganti rugi lahan tersebut. Hanya saja kami akan berkoordinasi dengan pimpinan kami untuk ditentukan jadwal pertemuan antara pihak pimpinan balai dan para masyarakat tersebut,” tutupnya.
Reporter: Jaspin
Editor: Kardin