Opini oleh: Yuhandri Hardiman *)
Moh Sadli Saleh adalah penulis berita di website liputanpersada.com. Salah satu tulisannya yang paling menohok adalah yang berjudul “Abdakadabra: Simpang Lima Labungkari Disulap Jadi Simpang Empat” terbit 10 Juli 2019. Tulisan ini mengundang reaksi publik dan menggoyang konsentrasi Bupati Buton Tengah (Buteng), Sulawesi Tenggara (Sultra), La Ramo.
Tulisan ini kemudian yang menggiring Sadli masuk jeruji besi. Yang menjadi pertanyaan publik, kenapa wartawan bisa dipidanakan? Di mana demokrasi? Bukankah ini sengketa pers yang harus dijerat dengan UU Pers No.40/1999.
Merujuk dari media tempat Sadli menulis berita gempar itu ditayangkan di website liputanpersada.com. Website liputanpersada.com diduga berada di bawah naungan lembaga perusahaan dengan nama PT Global Media Nusantara (PT.GMN) yang diduga tidak berbadan hukum pers.
Ditelusuri, rupanya PT GMN adalah perusahan yang bergerak di bidang usaha dialer HP. Sadli yang selama ini meliput di lapangan dengan teman-teman pers lainnya kemudian secara defacto mendapat pengakuan sebagai seorang wartawan namun di sisi lain Sadli menulis di media yang tidak berbadan hukum pers atau di media yang tidak memiliki hak untuk menyalurkan berita pers. (klik: http://flexterkita.com/?pg=custom&type=cx&id=801)
Jika dianalogikan, ibaratnya ada toko semen yang memiliki website. Lalu karyawannya secara aktif menulis isu-isu publik. Dan suatu ketika menerbitkan tulisan yang berdampak hukum. Berdasarkan analogi ini, apakah ini kasus pers? Dan apakah penulisnya bisa dikategorikan sebagai wartawan? Mari obyektif.
Pada akhir September 2019, Sadli hengkang dari liputanpersada.com ke durasitimes.com brand online SKH Baubau Post. Sejak saat ini, Sadli resmi menjadi wartawan di media berbadan hukum pers di bawah naungan PT Faren Grafika.
Per Desember 2019, Sadli menjadi peserta orientasi di PWI Baubau berbekal rekomendasi dari Pemred durasitimes.com, dia juga memiliki ijazah, dan menyertakan photo copy akta notaris PT Faren Grafika. Berdasarkan hasil verifikasi panitia, Sadli memenuhi syarat untuk menjadi peserta orientasi dan berhak mendapatkan Sertifikat Calon Anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Baubau.
Mengungkap jati diri Sadli berarti memulai dari Sadli saat menulis di liputanpersada.com. Setelah itu barulah Sadli setelah berstatus wartawan durasitimes.com, ini adalah suatu rentang waktu dan ruang lingkup berbeda, betapa tidak, Sadli adalah “pelarian” dari liputanpersada.com dan kemudian menjadi wartawan durasitime.com yang ternyata sebelumnya sudah berstatus tersangka dan kemudian lolos menjadi peserta orientasi PWI Baubau.
UU Pers No.40/1999, yang dimaksud dengan pers dijelaskan dalam pasal 1 ayat 1, perusahaan pers dijelaskan dalam pasal 1 ayat 2, dan wartawan tertuang dalam pasal 1 ayat 4. Ayat (1) pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan meyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia”.
Ayat (2) perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi. Dan ayat (4) wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.
Ada satu hal sebagai garis tegas untuk diketahui tentang apa itu pers? Pers adalah sebuah keterkaitan antara perusahaan pers dan wartawan. Wartawan sebagai profesi yang melakukan kegiatan jurnalistik berupa meliput, mengolah informasi menjadi berita. Sedangkan media sebagai kanal untuk menyebarluaskan karya jurnalistik yang harus berupa perusahaan berbadan hukum pers.
“Pasal 9 (1) Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers. (2) Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia” UU Pers No.40/1999.
Dengan pasal ini kemudian kita bisa membedakan apa itu media abal-dan bagaimana media yang bukan abal-abal. Lalu bagaimana status orang yang menulis di media abal-abal? Mari obyektif.
Sadli sebagai Pemred liputanpersada.com berkantor redaksi di Kabupaten Buton Tengah Provinsi Sulawesi Tenggara. Nama perusahaan PT Global Media Nusantara, dengan akta notaris Nomor : 20 tanggal 30 April 2005. Nomor AHU : C-01590 HT.01. Tahun 2016. TDP Nomor : 1011 1521 1277. NPWP : 02.480.9337.7-423.000. Perusahaan ini dipimpin oleh Wira Pradana yang kantornya beralamat di Jalan Musyawarah B 54 RT 005/RW 002 Kebun Jeruk Jakarta Barat. (Dikutip dari kasamea.com dengan judul berita “Dilaporkan Bupati Buteng dan Dipenjara, Istri Dipecat, Sadli Wartawan Perusahaan Pers Berbadan Hukum.”
Inilah kemudian yang ingin diperjelas agar tidak membingungkan publik. Benarkah kritik Sadli yang diterbitkan di liputanpersada.com sebagai kasus pers? Kalau medianya berbadan hukum pers maka itu kasus pers dan jika tidak memiliki badan hukum pers lalu harus diakui sebagai kasus pers, maka semua tulisan di blog, di website apapun, di facebook pun harus diakui sebagai karya pers. Mari obyektif.
Tempat menulis sebuah karya sekaligus menggambarkan jenis karya tulis. Feature misalnya yang merupakan tulisan khas wartawan jika ditulis pada sebuah novel dipastikan menjadi karya sastra. Jadi mungkin tulisan Sadli bisa jadi sebagai jenis jurnalisme warga dan penulisnya harus mempertanggung jawabkan tulisannya, atau mungkin sama dengan tulisan di Facebook. Sebab akan berbeda jika ditulis dan disebarluaskan oleh media berbadan hukum pers. Mari obyektif.
Sadli menjadi tahanan kejaksaan sehari setelah konferensi PWI Baubau. Kurang lebih 10 orang anggota PWI Baubau dipimpin ketua terpilih La Ode Aswarlin langsung bergerak ke lapas dan bertemu Sadli. Langkah yang ditawarkan adalah menempuh jalur mediasi, apalagi kasus sadli sudah tahap dua.(*)
*) Penulis: Komisaris tribunbuton.com