Reporter : Kardin
Editor : Taya
KENDARI – Polemik pertambangan di Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) terus mendapat perhatian dari berbagai pihak. Tak terkecuali Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Kota Kendari.
Secara kaca mata hukum, Direktur DPC Peradi Kendari, Abdul Rahman menuturkan, proses terbitnya 15 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Pulau Wawonii tersebut diduga memiliki kejanggalan, terlebih katanya, hal itu bertentangan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RT/RW) Sulawesi Tenggara (Sultra) nomor 2 tahun 2014 yang menegaskan, Pulau Wawonii masuk Kabupaten Konawe Kepulauan bukan diperuntukkan kawasan pertambangan.
“Yang harus dilihat disini ya, siapa yang menerbitkan izin. Dia harus bertanggung jawab,” paparnya usai kegiatan diskusi terkait pertambangan di salah satu Warkop di Kendari, Selasa malam (9/4/2019).
Lebih lanjut kata Abdul Rahman, dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba), Gubernur wajib mencabut IUP, jika pemegang IUP melanggar kewajibannya.
“Kewajibannya itu banyak yang tertuang dalam IUP-nya. Seperti, jaminan reklamasi pasca penambangan, pembayaran ganti rugi lahan masyarakat. Belum lagi terkait tindak pidana apabila pemegang IUP menambang yang bukan titik koordinatnya, melanggar lingkungan hidup dan lain sebagainya,” urainya.
Baca Juga :
- Dinas Damkar dan Penyelamatan Kendari Intens Sosialisasi Pencegahan Kebakaran
- Pemkot Kendari Terima Penghargaan MCP Nomor 1 di Sulawesi dari KPK RI
- Dua Siswi Asal Kendari Hendak Dijual ke Kalimantan, “Pecah” Pertama Harga Rp 20 Juta
- Jam Pidsus Kejagung Tetapkan HM sebagai Tersangka Dugaan Korupsi Komoditas Timah
- Peringati HUT Ke 7 Tahun, SMSI Sultra Gandeng PMI Kendari Gelar Donor Darah
- Caleg NasDem Dapil 2 Kendari, La Ami Raih Suara Terbanyak Dipartainya
Ia juga menegaskan, pihak Kepolisian harus berani mengambil tindakan untuk memeriksa baik itu pemilik IUP maupun yang mengeluarkan IUP tetsebut.
“Karena kami melihat yang menerbitkan IUP ini masih Bupati Konawe dalam hal ini Lukman Abunawas. Ini harus diperiksa, bagaimana mekanisme sehingga ia bisa menerbitkan IUP yang ternyata di lapangan tidak sesuai apa yang dia tanda tangani,” pungkasnya. (A)