Redaksi
JAKARTA – PT Paramita Persada Tama (PPT) dan PT Manunggal Sarana Surya Pratama (MSSP) diadukan ke Mabes Polri dan ke Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK), Senin (14/5/2019).
Kedua perusahaan ini dilaporkan Badan Koordinasi Nasional (Bakornas) Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Mahasiswa Islam (LKBHMI) PB HMI
Sekretaris Direktur Bakornas LKBHMI, La Ode Erlan mengungkapkan, berdasarkan laporan dari lapangan, pihaknya menemukan adanya aktivitas penambangan dan penjualan ore nikel yang dilakukan PT PPT dan PT MSSP.
Menurutnya kedua perusahaan tambang yang beroperasi di Desa Boedingi dan Boenaga Kecamatan Lasolo Kepulauan, Kabupaten Konawe Utara (Konut) itu melakukan aktivitas tanpa kelengkapan dokumen Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB).
“Sementara dokumen itu merupakan syarat wajib bagi perusahaan untuk dapat melakukan aktivitas penambangan. Sehingga patut diduga ini adalah praktek illegal mining yang dilakukan PT Paramita dan Manunggal,” ujar Erlan.
Ia menegaskan, praktek illegal mining merupakan perbuatan melawan hukum. Untuk itu pihaknya meminta Mabes Polri menangkap pimpinan PT Paramita dan PT Manunggal.
“Kami meminta Mabes Polri segera memproses laporan ini terkait adanya dugaan tindak pidana illegal mining yang dilakukan oleh PT Paramita dan Manunggal di Sultra,” tegas Erlan.
Persoalan ini juga telah diadukan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI untuk memeriksa dugaan tindak pidana illegal mining. Pihaknya menilai, praktek penambangan secara ilegal akan berdampak pada kerugian masyarakat daerah Sultra.
“Kami harap persoalan ini menjadi perhatian serius bagi KPK RI sebagai upaya memberantas mafia pertambangan di Indonesia,” tegas Erlan.
LKBHMI juga telah melayangkan surat secara resmi ke Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk meminta agar Izin Usaha Pertambangan (IUP) dua perusahaan tersebut dicabut.
Selain itu, LKBHMI akan menggelar aksi unjuk rasa untuk mendesak agar Kementrian ESDM RI mencabut IUP kedua perusahaan tersebut atas dugaan melakukan illegal mining.
“Hari ini kami layangkan surat ke Mabes Polri, KPK RI, serta Kementrian ESDM untuk meminta apa yang menjadi aduan kami dapat diproses,” tegasnya.
Sebelumnya, Dinas ESDM Sultra melalui Kasie Pemetaan dan Pemberian IUP Mineral Logam dan Batubara, Nining Rahmatia menyatakan, sampai saat ini dokumen RKAB kedua perusahaan itu yang diusulkan sejak November 2018 lalu belum disetujui.
Alasannya, PT Paramita hingga saat ini belum juga memenuhi kewajibannya berkaitan dengan kebutuhan sarana penunjang berupa jeti atau pelabuhan pemuatan ore nikel sebagaimana yang diatur dalam Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2018.
Selain tidak adanya sarana penunjang dan kerja sama dengan PT Daka, terang Nining, PT PPT juga diketahui membangun jeti di luar dari titik koordinat yang sudah diberikan oleh Kementerian Perhubungan.
Hal itu diperkuat dengan adanya temuan tim monitoring dan evaluasi Dishub Sultra dilapangan.
“Itulah makanya kenapa RKAB PT Paramita tahun 2019 sampai hari ini belum juga disetujui,” ujar Nining kepada media ini beberapa waktu lalu.