NEWS

Habitat Anoa Terancam Punah Tahun 2023, Lambang Daerah Sulawesi Tenggara Perlu Ditinjau Kembali

6767
×

Habitat Anoa Terancam Punah Tahun 2023, Lambang Daerah Sulawesi Tenggara Perlu Ditinjau Kembali

Sebarkan artikel ini
Hewan Anoa (Sumber : https://www.satuharapan.com/)

KENDARI, MEDIAKENDARI.COM – Kekayaan alam Sulawesi Tenggara (Sultra) telah menjadi perhatian Pemerintah Pusat maupun mancanegara yaitu Nikel, Aspal dan Emas. Perusahaan Nikel pertama yang beroperasi di Bumi Anoa adalah PT Aneka Tambang Nikel Pomalaa Kabupaten Kolaka, Perusahaan milik Negara ini melakukan akfifitas pertambangan sekitar tahun 1960 an dan sampai saat ini masih melakukan aktivitas pertambangan.

Mewakili Kepala Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Sultra, Kepala Bidang Ekonomi Pembangunan, Adi Yusuf Tamburaka mengatakan, hewan Anoa ini adalah hewan langkah yang karakteristiknya berperilaku ganas /pemberani, tangguh dan hanya dapat hidup dan berkembang biak di dalam hutan belantara.

“Anoa sendiri tak dapat hidup berdampingan dengan manusia sehingga menjadikan hewan ini sebagai hewan langkah khususnya di Sultra,” katanya saat ditemui di ruangan kerjanya, Senin (07/11/2022).

Ia melanjutkan, sejak tahun 1963 Anoa telah dijadikan sebagai Lambang Daerah Sulawesi Tenggara menjadi Branded /Icon dan Identitas masyarakat Sulawesi tenggara, sejak 58 tahun silam.

Baca Juga : Kadis Perikanan Kolut Serahkan Bantuan Perahu untuk Nelayan

“Sultra dikenal dimata Indonesia dan dunia dengan Julukan Bumi Anoa. Hewan Anoa terkahir kali terlihat dipinggiran Hutan Routa Kecamatan Routa Kabupaten Konawe pada tahun 2015 Induk Anoa bersama anaknya yang berumur sekitar 7 tahun (berita Kompas TV) lokasi berbatasan dengan wilayah Hutan Lindung dengan salah satu perusahaan Pertambangan Nikel,” jelas Yusuf.

“Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Tenggara melalui Investasi dari sektor pertambangan patut kita syukuri bersama karena sangat bermanfaat bagi masyarakat sultra khususnya akan tetapi pemerintah harus juga dapat melihat bahwa di dalam hutan ada sosok makhluk hidup yang punya hak yang sama dengan manusia dan tak boleh mengabaikanmua yaitu Hewan Anoa,” sambungnya.

Menurut dia, olehnya itu. sebelum terjadi kepunahan hewan Anoa di Sulawesi Tenggara, pemerintah dan para pihak terkait perlu segera melakukan pencegahan dengan cara melalui penetapan Kawasan Hutan Konservasi Hewan Anoa.

“Selanjutnya, dilakukan Relokasi dan Pembangunan Hutan Buatan atau Kebun Binatang khusus bagi Hewan Anoa agar tetap berkembang biak di bumi Anoa Sultra. Sebaliknya jika tidak ada langkah konkrit dari pemerintah dan masyarakat Sultra untuk menjaga dan melestarikan dan mempertahankan wilayah kehidupan Anoa maka hal yang tak mungkin akan terjadi bahwa Anoa akan benar- benar punah di wilayah Sulawesi Tenggara pada Tahun 2023 mendatang,” beber Adi.

Baca Juga : Pj Wali Kota Kendari Nilai Kerajinan Perak Menjanjikan dan Bisa Menjadi Destinasi Wisata

Ia merincikan, pada Tahun 2015 luas Kawasan Hutan dan Perairan di Sulawesi Tenggara secara total adalah 2.333.155 hektar ( RTRW Provinsi Sulawesi Tenggara 2014-2034, Perda Provinsi Sulawesi Tenggara No .2 Tahun 2014).

“Dari total luas hutan berdasarkan hasil padu serasi antara TGHK (Tata Guna Hutan Kesepakatan) dan RTRW ( Rencana Tata Ruang Wilayah) Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2011 SK. Menteri No. 465/Menhut-II/2011 mencapai 2.333.155 Ha atau sekitar 68,13% dari luas wilayah daratan. Selanjutnya Kawasan hutan tersebut terdiri dari kawasan Hutan Lindung seluas 1,081,489 ha atau 40,84% dari luas kawasan hutan,” urainya.

Sedangkan luas Kawasan Hutan Produksi, Hutan Produksi Biasa, maupun Hutan Produksi yang dapat dikonversi secara keseluruhan 968,742 ha atau 48,67%.

Namun data Sulawesi Tenggara dalam angka Tahun 2015 disebutkan bahwa persentase Luas kawasan Hutan dan Perairan yang telah ditetapkan Tahun 2014 adalah Hutan Konservasi Perairan dan Penggunaan Lainnya 39%, Hutan produksi biasa 11%, Hutan Produksi Terbatas 12%, Hutan Produksi yang dapat dikonversikan 3 %, Hutan Lindung 28%, Hutan Wisata /PPA/Konservasi darat 7 %.terbatas,

Baca Juga : Puluhan Anak Berhasil Jalani Sunatan Massal di HUT ke-23 DWP Sultra

Dikatakatannya, dalam kurun waktu tahun 2015 – 2020 Data Jumlah Izin Usaha Pertambangan berjumlah 393 terdiri dari : Mineral Logam dan Batubara 243 IUP, Mineral Logam 243 IUP, PMA 12 IUP, Aspal 41 IUP dan Non Logam dan Batuan 110 IUP yang tersebar di 13 Kabupatan /Kota di Sulawesi Tenggara.

Hal ini berdampak positif bagi ekonomi dan pembangunan diSulawesi Tenggara khususnya dan negara pada umumnya, dari Data Penetepatan Daerah Penghasil dan Dasar Perhitungan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Pertambangan Mineral dan Batu Bara Provinsi Sulawesi Tenggara pada Tahun 2021 dari 13 Kabupeten /kota Iuran Tetap 25. 086.976.500 dan Iuran Produksi (Royalty) 1,123,268,974,800.

Hal ini sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 3 yang menyatakan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat.

“Namun seiring dengan berjalannya waktu salah satu yang sangat terdampak atas pertambangan di Sulawesi tenggara yakni ancaman kepunahan bagi keberlangsungan kehidupan hewan Anoa (nama latinnya Babulus, sp) sebagaimana kita ketahui bahwa Anoa adalah salah satu lambang Daerah Sulawesi Tenggara hal ini tertuang dalam undang-undang nomor 7 tahun 2022 tentang pembentukan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara,” tukasnya.

Reporter : Rahmat R.

Facebook : Mediakendari

You cannot copy content of this page