LAWORO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI diminta selidiki adanya dugaan aliran dana pada proses penurunan status kawasan Hutan Produksi Konfersi (HPK) ke Areal Pengguna Lainnya (APL) yang ada di Kecamatan Wadaga Kabupaten Muna Barat (Mubar).
Proses penurunan status kawasan tersebut dinilai tidak prosedural dan syarat administrasi, sehingga diduga kuat ada aliran dana yang besar untuk memuluskan proses pengajuan dokumen penurunan kawasan tersebut, hal ini disampaikan Anggota Dewan perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Mubar Laode Koso saat ditemui di kantor DPRD, Selasa (4/9/2018).
Laode Koso menyampaikan, bahwa pada dasarnya Pemda Mubar akan mengusulkan penurunan kawasan hutan di Kecamatan Wadaga dari HPK Ke HPL. Tahun 2015 sosialisasi penurunan status kawasan tersebut dilakukan dan disepakati dalam bentuk berita acara yang di tanda tangani oleh Pemda Mubar, Kadis Kehutanan Mubar, kepala desa, tokoh masyarakat dan mereka yang terkait didalamnya, dengan inti kesepakatan bahwa selesai proses penurunan kawasan Pemda Mubar bersama masyarakat dan yang terlibat didalamnya akan melakukan pertemuan dan membicarakan kembali peruntukan status kawasan yang telah diturunkan statusnya.
Namun pada perjalannya, informasi penurunan kawasan tersebut hilang dan muncul kembali pada tahun 2018 dengan kondisi yang berbeda,karena muncul keputusan Kepala Badan Kordinasi Penanaman Modal Nomor :11/1/PKH/PNDM/2016. Tentang Pelepasan Kawasan Hutan Produksi yang dapat dikonversi untuk perkebunan tebu atas nama PT Wahana Suria Agro di Kabupaten Muna dan Kabupaten Muna Barat Provinsi Sulawesi Tenggara sekitar 4.003,45 hektar.
Menurut Laode Koso, munculnya keputusan tersebut membuat masyarakat geram dengan kelakukan Pemda Mubar, karena masyarakat menaggap Pemda Mubar telah membohongi masyarakat.
“Sosilisasi masuknya PT WSA ini tidak disosialisasikan. Buktinya masyarakat tidak terima dan melakukan aksi penolakan kemarin,dan Pemda Mubar tidak mengindahakan penolakan itu, sehingga terkesan Pemda Mubar menjadi jaminan masuknya PT WSA di Kecamatan Wadaga,” terangnya.
Dengan kondisi tersebut Laode Koso sebagai perwakilan rakyat menduga ada kongkalikong antara Pemda Mubar dengan perusahaan untuk memuluskan ijin penurunan kawasan.
“Makanya kami minta kepada KPK untuk menyelidiki aliran dana pada proses penurunan status kawasan di Wadaga. Yang perlu di selidiki adalah Bupati, Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, termasuk di Dinas Kehutanan Provinsi Sultra,” tuturnya.
Mantan ketua DPRD Mubar ini juga mengatakan, masuknya perusahaan tersebut tidak direstui oleh masyarakat, sementara Pemda Mubar terus ngotot dan pasang badan untuk meloloskan pembangunan perkebunan tebu tampa mengindagkan aspirasi masyarakat yang ada di Wadaga.
“Inikan jadi pertanyaan, sehingga semakin menguatkan dugaan kami,bahwa ada aliran dana yang sangat besar mengalir di sini. Makanya kami tantang KPK untuk menyelidiki proses penurunan kawasan tersebut,” tantangnya.
Politisi PAN ini menganggap, kebijakan Pemkab untuk meloloskan PT WSA merupakan neraka bagi masyarakat Wadaga dan secara tidak langsung telah melukai perasaan masyarakat Wadaga. Pasalnya perjuangan mereka untuk menurunkan status lahan tersebut malah jatuh ditangan perusahaan untuk dikelola sebagai perkebunan tebu seluas 4.003 hektar.(b)