EKONOMI & BISNISFEATUREDKendari

Premium Langka, Penghasilan Sopir Angkot Turun Drastis

554
×

Premium Langka, Penghasilan Sopir Angkot Turun Drastis

Sebarkan artikel ini

KENDARI – Kelangkaan BBM bersubsidi jenis Premium di Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) beberapa bulan terakhir membuat penghasilan jasa angkutan umum atau Pete-pete turun drastis.

Belum lagi diperparah oleh pemerintah yang menaikan harga BBM Non Subsidi jenis Pertalite, membuat para supir pete-pete Angkutan Kota (Angkot) semakin merasakan dampaknya.

salah satu supir pete-pete yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan, dengan kelangkaan Premium beberapa bulan terakhir di Kota Kendari serta naiknya harga Pertalite, membuat penghasilannya mulai menurun.

BACA JUGA: Gas Elpiji 3 Kg di Konawe Tembus Rp 30 Ribu

“Artinya saya jalan dari Kota ke Kampus dan sebaliknya (satu ret) biasanya beli Premium dengan harga Rp 25 Ribu itu sudah lebih, tetapi dengan kelangkaan Premium, jadi saya harus beli Pertalite dengan harga Rp 25 Ribu itu kurang sehingga saya harus menambahnya untuk membeli Pertalite dengan harga kurang lebih Rp 31 Ribu,” ucapnya, Senin (30/04/2018).

Ia juga memaparkan, dalam sehari biasanya dirinya menarik Angkot sebanyak lima ret hingga enam ret saja dengan penghasilan setiap ret nya mencapai angka Rp 60 hingga Rp 70 Ribu.

“Jadi kalau satu ret itu menghasilkan Rp 60 Ribu dan membeli Pertalite dengan harga Rp 31 Ribu jadi penghasilan saya hanya sebesar Rp 29 Ribu,” urainya.

“Jadi, Rp 29 Ribu kali lima ret hasilnya Rp 174 Ribu dan untuk penyetoran sama yang punya mobil sebesar Rp 150 Ribu, maka saya hanya mendapatkan hasil Rp 24 Ribu perhari,” sambungnya menerangkan.

Dengan penghasilan sebesar Rp 24 Ribu perhari, katanya, sangat sulit untuk menghidupi keluarganya.

“Dengan pendapatan seperti itu, apakah bisa menghidupi keluarga?,” cetusnya.

Ia berharap agar pemerintah dan pihak Pertamina mengambil sikap atas kelangkaan BBM Bersubsidi jenis Premium supaya para supir pete-pete tidak lagi merasa susah dalam mencari nafkah.

“Pemerintah harus memikirkan profesi seperti kami ini,” pungkasnya.


Reporter: Hendrik B
Editor: Kardin

You cannot copy content of this page