OPINI

Seputar Pembinaan Karir ASN: Profesi Seorang Widyaiswara Sebagai Guru Bangsa Dan Literasi Digital

1736
×

Seputar Pembinaan Karir ASN: Profesi Seorang Widyaiswara Sebagai Guru Bangsa Dan Literasi Digital

Sebarkan artikel ini
Dr.Ir.I Ketut Puspa Adnyana, MTP, sekarang Widyaiswara Ahli Utama yang diangkat berdasarkan Kepres Nomor 28 M/2018 tanggal 7 Mei 2018 pada BPSDM Provinsi Sulawesi Tenggara. Meniti karis mulai dari sebagai Penyuluh Pertanian Spesialis sampai akhirnya menduduki jabatan Kepala Biro Bina Program, Kepala Biro Perekonomian dan Pembangunan, Asisten Administrasi Perekonomian dan Pembangunan dan Asisten Administrasi Umum, Keuangan dan Kepegawaian Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara. Alumni S2 (1995) dan S3 (2003) Universitas Gajah Mada. Telah mengikuti Diklatpim Tingkat I Tahun 2013. Pernah Lulus Selaksi Terbuka Sekjen KPK Tahun 2015. Email: [email protected].

Penulis: Dr. Ir. I Ketut Puspa Adnyana, MTP.

Pengantar

Kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) lari melesat sangat jauh. Kemajuan TIK ini juga telah mendorong agar pemerintah juga menerapkan pemerintahan berbasis elektronik sebagaimana dimanahkan kebijakan pemerintah (e-Gov). Penerapan TIK dewasa ini yang paling terasa adalah pada perbankan dengan kehadiran ATM dan E-banking, yang membuat orang tidak perlu membawa tas besar sebagai tempat uang jika bepergian cukup kepingan plastik yang berisi piranti cerdas, yang dapat mengenali tuannya dengan teramat sangat singkat.

ASN sebagai aparatur negara yang bertugas dalam penyelenggaraan pemerintahan menduduki posisi penting. Keberhasilan pemerintahan didorong oleh 85% kompetensi ASN. Pemerintah terus menerus melakukan pengembangan sistem dalam rekruitmen pegawai, pengembangan kompetensi bila telah menduduki jabatan. Bila menghendaki ASN memiliki kompetensi yang tinggi, profesional dan bertanggungjawab serta jujur, diperlukan guru yang dapat mengarahkan ke tujuan tersebut. Guru para ASN adalah widyaiswara, yang juga disebut Guru Bangsa.

Widyaiswara dan Pengangkatannya

Profesi widyaiswara sepanjang keberadaan negeri ini selalu dikaitkan dengan kediklatan aparatur. Widyaiswara lebih banyak diisi oleh PNS yang memiliki masa kerja panjang dan pengalaman kerja pada birokrasi.  Karena memang widyaiswara dalam cara rekruitmennya lebih merupakan peralihan dari jabatan struktural ke jabatan fungsional apakah melalui infasing atau peralihan dari jabatan pimpinan tinggi. Alasannya sangat masuk akal yaitu memanfaatkan pengalaman para mantan birokrat yang rata rata memiliki masa kerja 25-30 tahun. Pengalaman yang baik dari mantan birokrat (success story) diharapkan dapat ditularkan kepada para penyelenggara pemerintahan (CPNS dan PNS). Namun tidak semua mantan birokrat meskipun dalam kedudukan yang sama memiliki kecakapan yang memadai untuk menjadi seorang guru bangsa. Uji komptensi Calon Widyaiswara menjadi kegiatan yang penting dilakukan pemerintah (LAN RI). Bukankah pengalaman adalah guru terbaik.

Widyaiswara Gurunya Para Penyelenggara Pemerintah

Bila dikatakan bahwa 85% keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan karena kompetensi ASN, wajarlah bila peran Widyaiswara menjadi penting. Widyaiswara memiliki tugas untuk melaksanakan pelatihan sebagai pengajar, narasumber dan instruktur. Sebagai seorang pengajar, widyaiswara dituntut memiliki kompetensi sesuai bidang tugasnya. Berdasarkan Peraturan menteri Pendayagunaan Aparatur dan Reformasi Birokrasi Nomor 22 Tahun 2014, Widyaiswara adalah PNS yang diangkat sebagai pejabat fungsional dengan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak untuk melakukan kegiatan Dikjartih PNS, Evaluasi dan Pengembangan Diklat pada Lembaga Diklat Pemerintah.

Berdasarkan definisi tersebut tugas utama widyaiswara adalah melaksanakan pelatihan dan pendidikan PNS. Karena pentingnya kedudukan PNS maka widyaiswara diharuskan memiliki kompetensi yang dipesyaratkan untuk dapat melakukan dikjartih. Pelatihan-pelatihan widyaiswara dilaksanakan oleh lembaga pembina yaitu Lembaga Administrasi Negara, atara lain TOT, TOF dan pelatihan berjenjang widyaiswara. Widyaiswara diwajibkan mengikuti dan lulus pelatihan untuk mengajar pada kegiatan dikjartih.

Tantangan Widyaiswara pada Era Litera Digital

Pemerintah sejak tahun 2015 telah mencanangkan Gerakan Literasi Nasional. Literasi yang dimaksud meliputi 6 (enam) jenis literasi, yaitu: (1) Literasi Baca Tulis, (2) Literasi Numerasi, (3) Literasi Sain, (4) Literasi Finansial, (5) Literasi Digital dan (6) Literasi Budaya dan Kewargaan. Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi yang telah mencapai Revolusi Industri 4.0, mengharuskan widyaiswara untuk memahami, menguasai dan mampu mengaplikasikan TIK secara digital. Terutama keahlian ini terkait dengan Literasi Baca Tulis dan Literasi Digital.

Literasi Digital adalah kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi dalam banyak format dari berbagai sumber ketika itu disajikan melalui komputer. Widyaiswara harus memiliki kompetensi Literasi Digital terutama bila pelaksanaan pelatihan dilaksanakan secara Virtual atau daring. Widyaiswara harus mampu membimbing peserta dan menyajikan bahan-bahan meteri kediklatan berbasis Literasi Digital. Untuk mengembangkan kemampuan Literasi Digital, Widyaiswara harus mamenuhi beberapa persyaratan, yaitu:

  1. Menggunakan teknologi digital dengan aman secara online dan bertanggung jawab;
  2. Mengetahui jenis dan ragam konteks pengguna digital, sehingga mampu menyesuaikan diri dengan berbagai lingkungan sosial dari berbagai aplikasi;
  3. Kritis dalam menilai setiap konten dalam dunia digital sehingga tidak merasa dirugikan di kemudian hari, seperti kasus penipuan dan lainnya;
  4. Mampu bekerjasama dalam lingkup dunia digital, guna untuk membangun pengetahuan baru bersama;
  5. Mampu untuk melakukan pembelajaran mandiri dengan berbagai alat digital, dan mencoba, mengikuti perkembangan teknologi digital sesuai era perkembangan.

Kompetensi Widyaiswara Dalam Literasi Digital

Dalam penyelenggaraan pemerintahan seorang PNS diharapkan memiliki kompetensi teknis bidang tugasnya, kompetensi managerial dan kompetensi sosio kultural. Penguasaan terhadap 3 kompetensi utama tersebut akan dapat meningkatkan peran dan fungsinya, yaitu: (1) Pelaksana Kebijakan Publik, (2) Perekat dan pemersatu Bangsa, dan (3) Pelayanan Publik. Sementara sebagai pemangku jabatan fungsional terkait dengan penguasaan Literasi Digital, Widyiswara diharapkan memiliki kompetensi, yaitu:

  1. Pencarian di Internet (Internet Searching),
  2. Pandu Arah Hypertext (Hypertextual Navigation),
  3. Evaluasi Konten Informasi (Content Evaluation),
  4. Penyusunan Pengetahuan (Knowledge Assembly).

Penutup

Penyelenggaraan pelatihan dan pendidikan tidak dapat lagi dilaksanakan secara manual sebagaimana yang berlangsung sebelumnya. Dalam dinamika perkembangan TIK yang sangat pesat pendidikan dan pelatihan juga harus mengikutinya. Widyaiswara harus mendorong para PNS untuk masuk ke dalam era Literasi Digital. Sebagai fasilitator dalam penyelenggaraan pelatihan dan pendidikan PNS, dengan demikian, Widyiswara harus terlebih dahulu menguasai TIK dan menguasai Kompetensi Literasi Digital.

 

You cannot copy content of this page