Penulis : Aad Alief Rasyidi Baking
(Alumni Teknik Kimia, Universitas Islam Indonesia)
OPINI – Hari ini perjalanan peradaban manusia telah berada diawal dekade ketiga dari abad 21, dan telah mengalami sejumlah gelombang perubahan yang masif dalam segala bidang kehidupan.
Diawali dari revolusi kognitif 70.000 tahun silam dimana Homo Sapiens yang diyakini oleh beberapa ahli sejarah berasal dari sebuah regional kecil di Afrika Timur secara efisien mengembangan sistem komunikasi yang efektif dan memulai ekspansinya ke Eropa, Asia Timur, hingga sukses melintasi batasan lautan luas di Benua Australia.
Berlanjut dengan Revolusi Pertanian, ditandai dengan lahirnya sistem politik pemerintahan dalam bentuk monarki, alat transaksi ekonomi yang efektif menggunakan uang, serta hadirnya beberapa agama politeistik serta monoteistik. Selanjutnya adalah masa revolusi saintifik pada abad 19 atau 200 tahun lalu. Yang sangat masyhur dari periode sejarah ini adalah Revolusi Industri 1.0 yang mengawali proses transisi kehidupan masyarakat modern, saattokoh James Watt seorang kelahiran Grenock, Skotlandia sukses mengembangkan teknologi mesin uap.
Lazimnya sebuah rentetan sejarah dengan beragam tafsirannya. Catatan perjalanan revolusi pertanian selain menghasilkan dasar sistem kehidupan politik, ekonomi, dan agama, disaat bersamaan memiliki beberapa keresahan kolektif yang dinilai sebagai ancaman besarpada saat itu. Pertama, kelaparan yang telah memusnahkan 5-15% dari total populasi saat musim kemarau.
Kedua adalah epidemi, bakteri binatang kecil Yersinia pestis pada pertengahan abad 14 menewaskan lebih dari 25% dari populasi Eurasia 40% di Inggris. Adapun ancaman lainnya adalah perang, pada masyarakat agrikultur perang telah menghilangkan 15% dari nyawa jumlah penduduk. Perubahan paradigma dari ekonomi berbasis materi ke pengetahuan telah sukses mengatasi persolan besar diatas. Angka kelaparan dunia jauh diakumulasikan dengan jumlah penderita gizi buruk hanya 1/3 dari penderita obesitas yang mengalami kematian.
Sedangkan wabah menular telah berhasil dijinakkan, cacar yang beberapa dekade terdahulu menghilangkan nyawa 2 juta orang, sejak 2014 World Health Organization(WHO) menyatakan dunia telah terbebas dari cacar yang mengakibatkan kematian. Demikian pula perang yang berkontribusi kecil 1 dari 100 dalam kematian manusia abad 21 jika disandingkan dengan jumlah penyandang diabetes yang meninggal hingga 1,5 juta jiwa (WHO, 2012).
Hingga demikian jika secara adil kita menyadingkan dari beberapa fakta diatas, bisa kemudian dapat dipahami alasan Steven Pinker memuji kondisi saat ini sebagai bagian dari puncak keemasan peradaban yang tidak terlepas dari kekuatan transformasi saintifik. Problematika Hari Ini Yuval Noah Harari seorang profesor sejarah berkebangsaan Israel mengungkapkan dalam karangan bukunya yang sangat digandrungi oleh biblioghalapist dunia, mengungkap potensi perang nuklir, bahaya pemanasan global, beserta trend disrupsi teknologi sebagai masalah utama hari ini.
Doktin Mutual Assured Destruction (MAD) yang berprinsip “tidak ada keselamatan bagi penyerang ” adalah alasan utama dari bahaya perang nuklir. Contoh nyata dari prinsip tersebut adalah peristiwa genosida oleh sekutu di Hirosima dan Nagasaki yang menewaskan kurang lebih 400.000 jiwa, kejadian tersebut menjadi kecaman dan trauma berat bagi masyarakat dunia. Olehnya itu, pertemuan 1 Juli 1968 menyepakati pembatasan kepemilikan senjata nuklir.
Ironisnya, beberapa hari yang lalu pasca terbunuhnya Qaasem Solemani seorang petinggi militer Iran sesaat akan meninggalkan Bandara Baghdad di Irak oleh pasukan militer Amerika Serikat, menyebabkab otoritas Iran mencabut komitmennya atas perjanjian “Iran Nuclear Deal” yang berisikan kesepakatan antara Iran dan lima anggota Dewan Keamanan PBB + Jerman untuk mengurangi pengayaan uraniumnya yang digunakan sebagai bahan baku senjata nuklir.
Perubahan iklim dikategorikan sebagai salah satu dari tiga masalah serius yang mengancam sisi kehidupan manusia saat ini, penyebabnya adalah Penumpukan gas rumah kaca dalam jumlah cukup besar di atmosfer yang berdampak pada peningkatan suhu bumi.
Gas tersebut menurut World Wildlife Fund (WWF) diproduksi dari hasil pembakaran bahan bakar fosil, kebakaran hutan, juga kegiatan industri. Adapun dampaknya adalah kenaikan permukaan laut sebagai konsekwensi logis dari mencairnya beberapa volume dari gunung es yang berada di kutub, kepunahan beberapa jenis dari populasi hewan beserta dengan habitatnya, dan terakhir adalah pergantian musim yang sulit diprediksi.
Bagi masyarakat Indonesia dampak bertambahnya volume air laut yang diprediksi oleh akan meningkatkan permukaan air laut setinggi 3,2 centimeter dalam 10 tahun yang equivalen dengan 3,2 meter dalam 1 abad adalah alarm yang sangat highly-demanded untuk diselesaikan, mengingat persebaran geografis kita dalam gugusan archipelago. Dan sangat disayangkan karena Indonesia dikategorikan oleh YouGov-Cambridge Globalism Projectsebagai peringkat teratas negara yang tidak memiliki kesadaraan atas bahaya pergantian iklim.
Yang terakhir dan tak kalah pentingnya adalah mengamati perkembangan teknologi sangat cepat dan dinamis. Harari mengklaim kolaborasi ilmu pengetahuan biologi (biotech) dan komputerasi (info-tech) menjadi hal yang sangat suram bagi kehidupan manusia, karena gabungan ilmu tersebut berpotensi menghilangkan jutaan lapangan kerja saat ini.
Hal tersebut disebabkan oleh kemampuan Big Data/ Maha Data mengoleksi semua informasi, kemudian dianalisis lebih lanjut oleh Machine Learning yang menjalankan fungsinya seperti aktivitas kognitif manusia, hingga diterjemahkan dengan akurat oleh kecerdasan buatan (Artifical Intelegent) . Keterbatasan dalam melaksanakan kegiatan yang melibatkan sektor kognitif dipahami secara luas sebagai salah satu keniscayaan sebagai manusia, akan tetapi Teknologi memiliki kemampuan konektivitas dan updateabilitias yang sangat moderat sehingga memungkinkan mesin untuk terus belajar dan memperbaharui pola-pola informasi yang ada.
Pertimbangan yang lain terkait bahaya dari perkembangan teknologi adalah kualitas akurasi dari informasi. Di satu sisi, secara bersamaan perkembangan teknologi diikuti oleh fenomena post-truth dimana dunia menerima sangat banyak arus gelombang informasi oleh banyak kontributor dari seluruh dunia melalui bergam platform yang tersedia di Internet, namun dilain sisi kondisi masyarakat sebagai konsumer informasi memiliki tingkat validasi yang minim sehingga informasi yang kurang akurat diterima secara masif. Beberapa insiden kriminal yang setahun belakangan ini terjadi di Indonesia menjadi contoh nyata dari bahaya arus informasi.
Solusi Problematika yang telah papar diatas membutuhkan usaha kolektif dan mensyarakat kolaborasi yang luas ole masyarakat dunia. Persoalan perang nuklir seharusnya tidak menjadi masalah serius jikalau masing-masing pihak memahami potensi kerusakan yang akan timbulkan, juga berupaya mempertahankan kualitas perdamaian dunia. Olehnya itu, upaya untuk preventif terhadap potensi konflik harus ditingkatkan dengan metode yang lebih humanis. Dunia tidak perlu menggunakan senjata sebagai garansi perdamaian, kita dan masyarakat global memerlukan sikap toleransi antar sesama umat manusia, serta berupaya untuk menerima perbedaan.
Sebagai masyarakat Indonesia hal ini merupakan hal yang sangat lazim dan telah menjadi karakter dari kepribadian bangsa kita, sehingga tugas kita hari ini adalah terus menyebarkan semangat perdamaian ke seluruh dunia. Beberapa waktu yang lalu majalah Times menetapkan Greta Thunberg seorang wanita muda berusia 16 tahun asal swedia yang sejak 2018 rutin melakukan solo demontrasi di depan parlemen Swedia mendesak pihak terkait untuk mengambil langkah strategis terhadap perubahan iklim sebagai Person of the Year 2019.
Kepeduliannya terhadap keberlanjutan kualitas bumi menyita perhatian masyarakat luas, hingga suatu kesempatan ia telah berbicara di forum PBB dan berdebat dengan Presiden Trump. Semangat Greta juga telah sampai di Indonesia, salah satunya melalui badan otonomnya Pengurus Besar Nahdlatul Ulama telah merilis buku fiqh energi terbarukan sebagai landasan teologis untuk segera melakukan penyelamatan atas kondisi saat ini.
Dalam pandangan penulis kesadaran serupa telah menjadi perhatian bagi pemerintah pusat, sayangnya semangat energi alternatif belum sampai pada level regional sehingga hanya sedikit dari pemerintah daerah yang melakukan upaya transformasi dan penelitian terhadap potensi energi terbarukan yang dapat mensubtitusi penggunaan bahan bakar fosil. Bagi masyarakat Sulawesi Tenggara semisalnya, dapat memanfaatkan limbah pertanian seperti kulit kakao sebagai Biomassa pengganti BBM.
Adapun solusi dari dampak kemajuan teknologi adalah dengan memformulasikan ulang orientasi pendidikan. Menurut Ian Person dimasa akan datangan lapangan kerja menyediakan ‘smooth jobs” yang membutuhkan kemampuan interpersonal olehnya itu sistem pendidikan kita harus segera ditransformasikan dari “knowledge economy” ke “interpersonal skills”.
Hal tersebut membutuhkan beberapa kemampuan seperti critical thinking yang dapat membantu berpikir sistematis sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat baik saat mendefinisikan masalah serta menentukan solusinya, communication skill untuk menghidarkan manusia modern dari persepsi yang salah juga meningkatkan kualitas kolaborasi dengan seluas-luasnya, serta creativity yang didefinikan sebagai kemampuan untuk berpikir diluar kelaziman.
Sebagai penutup, problematika sosial adalah keniscayaan yang selalu hadir menyesuaikan zaman dan orang-orang yang memiliki kemampuan adaptasi yang cepat adalah pemenangnya. Kepunahan Neandertal adalah contohnya dalam proses biologis, serta Raksasa Nokia adalah contohnya yang mudah dipahami oleh kita saat ini.