Reporter: M Ardiansyah R
Editor: La Ode Adnan Irham
KENDARI – Kabupaten Konawe yang akhir-akhir ini ramai dengan pemberitaan “desa fiktif”, rupanya punya destinasi wisata menarik dan memikat, Tebing Sawapudo.
Lokasinya berada di wilayah administrasi Kecamatan Soropia. Jaraknya 30 Kilometer dari Kota Kendari, Ibukota Provinsi dan bisa ditempuh perjalanan 1,5 jam menggunakan kendaraan umum. Bisa juga menggunakan roda dua dengan jarak tempuh 50 menit.
“Kendaraan umum seperti mini bus dengan kondisi jalan beraspal melewati wilayah pesisir Kecamatan Soropia,” kata Sumarlin.
Tebing Sawapudo mulai populer sejak ditemukan 1996 oleh Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Universitas Sulawesi Tenggara (Unsultra). Saat itu mereka mengeksplorasi kawasan karts di Soropia. Kini tempat itu dipakai untuk wisata panjat tebing.
Di tahun 2010 Mapala Sultra pernah menggelar Event berskala nasional “Manjat Tebing” untuk mengekspos Sawapudo agar dapat dikenal luas. Hasilnya bisa dilihat saat ini.
“Saat ini Sawapudo masih dijadikan salah satu tempat latihan, hingga dijadikan tempat kemah teman-teman pengiat alam dan pencinta alam khususnya di Kota Kendari,” kata Sumarlin salah satu anggota Jelajah Sultra.
Baca Juga :
- Anggota DPR RI Sebut Bendungan Pelosika Mulai Ditender Juni 2024 Ini
- Dewan Pers dan Seluruh Komunitas Pers Tolak RUU Penyiaran Pengganti UU Nomor 32 Tahun 2002
- Caleg Terpilih Pemilu 2024 Wajib Mundur Jika Tarung Pilkada, Begini Penjelasannya
- Camat Batalaiworu Pastikan Ketertiban Pasar Laino Harus Terus Terjaga
- Dinas Damkar dan Penyelamatan Kendari Intens Sosialisasi Pencegahan Kebakaran
- Beredar Famplet Pj Bupati Konawe Langgar Netralitas, Tokoh Pemuda Tolaki, Akbar Liambo Sebut Itu Tidak Benar
Uniknya Tebing Sawapudo menyimpan beberapa tulang belulang manusia dan masih dibiarkan. Ada pula Goa Ular yang dinamakan oleh penemu pertama.
“Selain tebing Sawapudo ini masih ada potensi wisata berupa Gua Ular dengan diperhadapakan dua pintu, satu vertikal dan horizontal untuk kedalamannya 10 meter,” tambahnya Linto sapaan akrabnya
Sawapudo diambil dari nama Sawa (diam) dan Pudo (penggal) dalam bahasa lokal. Di tempat itu banyak temuan beberapa macam gua yang berisi tulang belulang manusia.
“Kalau identifikasi itu secara keseluruhan dibilang tempat pembantaian karena kalau dari kalimat Sawa artinya diam sementara Pudo artinya penggal,” ungkap Kasi Pengembangan SDM Kepariwisataan Dinas Pariwisata Sultra, La Ode Ahmad Ali, Kamis (14/11/2019).
Dari batuan tebing berjenis batu kapur khas kawasan karst, keras dan berwarna putih keabu-abuan, struktur permukaan tebing banyak lubang dan tonjolan untuk tinggi tebing Sawapudo 15 sampai 20 meter.
Secara Geomorfologi Dasar, ada beberapa batuan besar yang terpisah dari tebing Sawapudo, sehingga terdapat keunikan tersendiri.
“Banyak batuan besar yang terpisah dari batuan inti jadi proses pembentukan alam ini di perkirakan sekitar tiga juta tahun lalu,” ucap Ahmad Ali salah satu Ahli Arkeologi.
Akses internet yang kini jadi kebutuhan pokok generasi millenial, sulit didapat di tempat itu. Namun tidak perlu khawatir untuk mengunjungi tempat seru ini, lapangan luas tempat berkemah bisa jadi pengganti.
Untuk fasilitas, diseputaran kampung Sawapudo terdapat WC umum yang disediakan di dekat Tebing Sawapudo
Jarak dari lokasi tebing dengan jalan utama, sekitaran 50 meter. Menarik bukan, jalan-jalan lah ke Sawapudo. (A)