MAWASANGKA – Maraknya penambangan pasir yang dilakukan secara liar atau tidak memiliki izin menambang selama ini, sudah mengakibatkan kerusakan sepanjang pesisir Pantai Desa Balobone dan Desa Napa, Kecamatan Mawasangka Kabupaten Buton Tengah (Buteng) yang diperkirakan luas areal kerusakannya mencapai 3,5 hektar.
Untuk mencari solusi atas permasalahan tersebut, Pemerintah Kabupaten Buton Tengah (Buteng) melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) melakukan rapat bersama Camat Mawasangka, Kapolsek Mawasangka dan Danramil 1413 Mawasangka dan para pemilik lahan tambang, serta para sopir mobil pengangkut pasir di Balai Pertemuan Pemerintah Kecamatan Mawasangka, Kamis (08/02/2018).
Dalam rapat tersebut, Kepala DLH Buteng, Alimuddin tetap konsisten tidak memberi toleransi terkait penambangan selama belum memiliki izin di dua desa Kecamatan Mawasangka ini.
“Jadi begini, kita memberikan itu, hitung-hitungan supaya pemilik lahan tau, para penambang tau bahwa tingkat kerusakan kita sudah seperti ini. Sekarang kita mau carikan solusi bagaimana masyarakat kita ini yang tadinya ilegal bisa dilegalkan, kita tetap harapkan mereka taat dengan asas yang berlaku,” ucap Alimuddin.
[Baca Juga: DLH Buteng Bakal Polisikan Para Penambang Pasir Ilegal di Laut]
Alimuddin mengatakan, lokasi penambangan pasir di dua desa Kecamatan Mawasangka ini telah menjebol pesisir pantai.
“Yang ada di Desa Balobone 1,5 hektar, Desa Napa 2 hektar, kalau dirupiahkan dengan tingkat kerusakan diasumsikan 1 meter pengambilan kedalaman kalau harga Kementerian 200 ribu per meter kubik, kita bisa hitung berapa kerugiannya,” urainya.
Sambil menunggu regulasi, Alimuddin dan instansi pemerintah tidak akan memberi toleransi untuk menambang. Karena hal tersebut menunggu regulasi yang jelas.
“Kalau mereka masih melakukan, risikonya tanggung masing-masing. Rekomendasinya jangan dilanjutkan, sambil menunggu regulasi, karena sudah jelas bertentangan,” tegasnya.
Di tempat yang sama, Kepala Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Buteng, Jufar menyampaikan, pihaknya akan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mengkaji kembali RTRW Buton Tengah, dimana oleh Dinas PU Buton Tengah wilayah penambangan masuk dalam kawasan pariwisata.
“Pembangunan kebutuhan menjadi pertimbangan, nanti kami akan koordinasi lintas SKPD, kita bisa koordinasi sama-sama bagaimana regulasi itu, karena ini masa depan daerah, karena kita harus membangun juga harus ada pasir, itu penting. Kita harus panggil tim ahli yang berpengalaman tentang ini,” jelas Jufar.
Sementara itu, perwakilan pemilik lahan, Sudarmanto (27) meminta regulasi secepatnya diterbitkan oleh pemerintah dan diharapkan tidak merugikan masyarakat.
“Kami sebagai pemilik lahan, supaya ini segera diterbitkan, kami sudah memikirkan ini sebenarnya, tapi masih ada pemilik lahan lain yang masih acuh, persoalan regulasi yang direncanakan oleh Pemerintah Daerah jangan hanya wacana aturan dan ketegasan” tegas Sudarmanto.
Sementara Pemerintah Mawasangka melalui Camat Mawasangka, Erika Anzarsari mengatakan, lahan penambangan itu milik pribadi masyarakat, sekitar 15 orang dari Desa Balobone dan Desa Napa. Dalam rapat bersama mencari solusi antara DLK Buteng, Pemerintah Kecamatan Mawasangka, dan pihak terkait, Erika mengatakan disepakati adanya kebijakan Pemerintah Buteng.
“Karena air laut sudah jebol, sudah masuk, kemudian banyak pohon-pohon yang sudah tumbang karena pasirnya sudah dikeruk,” jelas Erika.
Sambil menunggu regulasi, lanjut Erika, langkah yang akan dilakukan yaitu pihaknya akan mengkonsultasikan hal ini dengan pihak kabupaten. Menurutnya, pihaknya telah mendapat kebijaksanaan Pemerintah Daerah Buteng dan kepada masyarakat untuk tetap melakukan aktivitas penambangan, hanya ada batasan-batasan untuk meminimalisir ancaman.
“Tetapi izin harus ada, masyarakat tidak dirugikan tetapi aturan juga tetap kita berlakukan,” tutup Erika.
Reporter: Dzabur
Editor: Jubirman