Reporter: Dila Aidzin
KENDARI – Aktivitas PT VDNI dan OSS yang kini beroperasi di daerah Morosi diduga menjadi penyebab utama rusaknya lingkungan yang juga berdampak pada mata pencaharian masyarakat setempat.Aktivitas tersebut dampaknya dirasakan langsung oleh masayarakat Desa Ulu Lalimbue, Kecamatan Kapoiala, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Untuk diketahui mata pencaharian utama dari masayarakat yang ada di Desa Ulu Lalimbue adalah petani tambak. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Desa Ululalimbue, Saifuddin bahwa dampak dari perusahaan PT VDNI dan OSS serta Pelabuahan Muara Sampara (PT PMS) yang memuat batu bara membuat tambak warga setempat tercemar dan tidak produktif lagi seperti sebelum perusahaan berdiri.
“Warga saya itu mayoritas petani tambak dengan sawah tapi itu sudah terbengkalai semua karena tidak memungkinkan lagi dikelola akibat dari air yang tercemar,” ujarnya. Minggu, (3/10/2021) Sore.
Lebih lanjut Saifuddin mengatakan bahwa pengahasilan masayarakat setempat juga tidak sebanyak dulu. Dia mengatakan bahwa akibat dari limbah dari air Batu Bara yang berada di lokasi Pelabuhan Muara Sampara mengaliri tambak warga membuat tambak tidak dapat berkembang lagi.
“Bayangkan saja kalau satu kali satu tahun mereka panen itupun hanya seukuran dua jari hasilnya, mereka punya ikan dan hasilnya juga tidak signifikan kayak dulu. Dulukan masih bisa kita panen hingga 3 kali sekarang ini tidak lagi. Sekarang tinggal satu kali satu tahun itupun paling banyak sekitar 100 kilo gram hasilnya. Kalau dulu satu ton satu kali panen. Jenis ikan banden atau bolu, sedangkan udang tidak bisa besar kapan dia besar langsung mati. Itu pengaruh limbah air dan udara. Ini perusahaankan membongkar kiri kanan seperti batu bara kapan dia turun di empang itu langsung mati itu udang,” ujarnya.
Sementara itu, Saifuddin J, warga masayarakat setempat kepada mediakendari.com saat di temui di lokasi tambak mengaku sebelum adanya perusahaan, petani empang selalu berhasil dalam panennya. Saat ini setelah adanya perusahaan yang mulai beroperasi pada tahun 2015 belum ada satupun empang yang berhasil. Puncaknya VDNI beroperasi pada tahun 2017 sampai sekarang itu sudah tidak ada hasil sama sekali.
“Sekarang itu air empang tidak jernih lagi. Boleh dikata setelah adanya tambang tidak adalagi bibit yang dipelihara hidup,” kata salah satu masayarakat saat diwawancarai.
Basma Wati selaku Petani Empang juga mengaku bahwa kejadaian ini bermula ditahun 2015 saat awal berdirinya perusahaan. Limbah tersebut dikatakan berasal dari limbah pengangkutann batu bara dan ore nickel.
“Karna inikan satu arah. Akhirnya dari laut langsung kesini diempang warga tidak ada sama sekali pencegahan dan dibiarkan begitu saja. Itu jaraknya sekitar 1 km dari hulu dan dari pelabuhan muara sampara,” kata masayarakat setempat.
Pada kesempatan yang sama, Agus Jagoa salah satu petani tambak di Desa Ulu Lalimbue mengaku awalnya sukses dalam bertambak. Bahkan air dapat dikelola dengan baik oleh masayarakat sehingga perkembangan hasil tambak semakin baik. Sekarang hal tersebut tidak dia dapatkan lagi dan boleh dikata pendapatan dari empang sangat minim.
“Jadi dulu sebelum adanya perusahaan setiap turunkan bib it setiap 3 bulan itu bisa kita panen tetapi setelah masuknya ini perusahaan ada kendala karna adanya dampak dari batu bara dan orb. karena batubara itu mengendap dan itu hitam, airnya jadi ikan tidak bisa hidup. Kami punya dua hektar empang. Pendapatan sekarang sangat minim karna mati semua ikan. Sekarang tidak berani lagi turunkan bibit karna hal ini,” ungkapnya.
“Harapan saya karna kita tinggal di area perusahaan supaya diperhatikan bagaimana masyarakat di Desa Ulu Lalimbue ini agar bisa sejahtera.
supaya dipikirkan juga masyarakat di desa ini. Belum ada sama sekali bantuan dari pihak perusahaan,” harap Agus.