KENDARI – Belum usai dugaan ilegal mining PT Rajawali, CS8, dan Gapura di Blok Marombo Kabupaten Konawe Utara ( Konut) kini muncul lagi perusahaan lain. PT Arvema diduga telah beroperasi sejak dua bulan lalu tanpa mengantongi IPPKH dan perusahaan tersebut belum terdaftar di MODI ESDM.
“PT Arvema kami duga kuat belum memiliki IPPKH dan IUPnya belum terdaftar di MODI ESDM,” kata Ibrahim selaku Ketua Aliansi Mahasiswa Pemerhati Lingkungan dan Kehutanan (AMPLK) Sultra, Rabu 11 Mei 2022.
Mahasiswa Hukum UHO itu menambahkan bahwa perusahaan tersebut diduga menggunakan dokumen PT. KKP untuk melancarkan aktivitasnya.
“Perusahaan tersebut kami duga kuat menggunakan dokumen PT KKP,” tambahnya.
Baca Juga : DLH Konawe Kerahkan Sembilan Armada Bersihkan Sampah Pasca Lebaran
Ia juga mengungkapkan bahwa perusahaan tersebut diduga telah beraktivitas sejak dua bulan lalu.
“Sudah dua bulan kami duga mereka beraktivitas dan lokasi mereka beraktivitas di samping wilayah PT Gapura,” ungkapnya.
Ia juga membeberkan bahwa perusahaan tersebut diduga melanggar beberapa peraturan perundang-undangan.
“Tindakan perusahaan tersebut diduga sangat bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan sebagaimana tertuang dalam passal 50 ayat (3) huruf g jo. Pasal 38 ayat (3) UU No. 41 tahun 1999, tentang Kehutanan (UU Kehutanan) yang berbunyi setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa melalui pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang diterbitkan oleh Menteri Kehutanan (IPPKH), dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan,” jelasnya.
Selain itu, sebagaimana tertuang dalam Pasal 158 UU nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) yang berbunyi Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR, atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.
Baca Juga : Camat Lambuya Bakal Laporkan Pegawai Mangkir Pasca Libur Lebaran 2022
Pihaknya juga berharap agar aparat hukum dapat melakukan penindakan terhadap perusahaan tersebut.
“Kami berharap pihak kepolisian khususnya Ditreskrimsus Polda Sultra dan Tipidter Mabes Polri dapat melakukan penindakan terhadap perusahaan tersebut,” harapnya.
Terkait persoalan tersebut, saat Jurnalis menelusuri data dari Kabid Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan Dishut Sultra Beni Raharjo tentang IPPKH yang terdaftar di Sultra tidak ada nama perusahaan tersebut.
Bahkan saat tim melakukan penelusuran di website Modi ESDM tidak ada atas nama perusahaan tersebut.
Selain itu saat tim berusaha menghubungi via WhatsApp dan telepon pihak PT KKP terkait dugaan pinjam meminjam dokumen, pihaknya belum memberikan tanggapan. Jurnalis juga masih berusaha mengkonfirmasi pihak PT Arvema
Reporter : Sardin.D