HUKUM & KRIMINALKENDARIMETRO KOTA

Tim Advokasi LAM Bongkar Dugaan Kepentingan Tambang di Balik Kisruh Raja Moronene

374
×

Tim Advokasi LAM Bongkar Dugaan Kepentingan Tambang di Balik Kisruh Raja Moronene

Sebarkan artikel ini
Tim mengungkap adanya dugaan kuat bahwa kisruh berkepanjangan mengenai keabsahan Raja Moronene tidak berdiri sendiri, melainkan berkaitan dengan kepentingan pertambangan di wilayah adat.

KENDARI, MEDIAKENDARI.com – Polemik terkait Pauno atau Raja Moronene Rumbia VIII kembali menguat setelah Tim Advokasi Lembaga Adat Moronene (LAM) menggelar konferensi pers, Rabu (10/12/2025).

Dalam kesempatan itu, tim mengungkap adanya dugaan kuat bahwa kisruh berkepanjangan mengenai keabsahan Raja Moronene tidak berdiri sendiri, melainkan berkaitan dengan kepentingan pertambangan di wilayah adat.

Dalam pernyataannya, perwakilan keluarga Raja Moronene Rumbia VIII, Ahmed, menjelaskan bahwa akar persoalan mulai mengemuka sejak dimakzulkannya Raja Rumbia VII melalui musyawarah adat serta pencabutan Surat Keputusan (SK) oleh Kesultanan Buton. SK pencabutan tersebut, menurutnya, telah disampaikan langsung kepada pemerintah daerah.

“Raja Moronene ke-7 itu sudah dimakzulkan secara adat dan SK keanggotaannya di Kesultanan Buton juga telah dicabut. SK pencabutan itu sudah disampaikan kepada bupati Bombana oleh Sultan Buton,” terang Ahmed.

Terlebih lagi, keputusan adat dan kesultanan telah jelas. Ahmed mengungkapkan adanya dugaan kepentingan yang ikut bermain sehingga memunculkan berbagai laporan hukum yang menyeret Raja Rumbia VIII.

“Kami menduga ada kepentingan yang ikut mempengaruhi dinamika ini. Ada pihak-pihak yang seolah ingin mengatur siapa yang sah dan siapa yang tidak, padahal ini adalah ranah adat,” ujarnya.

Sementara itu, mantan Koordinator Advokasi LAM, Mardhan, membeberkan dugaan yang lebih spesifik. Ia menyebut adanya indikasi tarikan kepentingan dari sejumlah pihak yang ingin menguasai atau mengeksploitasi lahan pertambangan di Desa Wumbubangka, Kecamatan Rarowatu Utara, Bombana. Lahan tersebut diketahui merupakan tanah waris milik keluarga Abdul Latif Haba.

“Dugaan kami cukup jelas. Ada pihak-pihak yang ingin masuk menguasai lahan pertambangan itu. Termasuk beberapa nama yang disebut-sebut memiliki kepentingan di wilayah tersebut,” kata Mardhan.

Ia menegaskan bahwa keluarga pemilik tanah telah menolak untuk bekerja sama dengan pihak manapun yang ingin memanfaatkan lahan itu tanpa prosedur adat dan persetujuan sah.

Penolakan tersebut, katanya, ikut memicu munculnya berbagai tekanan dan konflik yang kini berkembang menjadi polemik keabsahan raja.

Mardhan juga mengungkap bahwa sebelumnya pernah ada pertemuan yang digelar untuk membahas persoalan tanah waris tersebut, namun undangan tidak disampaikan kepada pihak yang berhak.

“Ada diskusi yang difasilitasi, tetapi justru pemilik tanah waris tidak diundang. Yang hadir adalah orang-orang yang bahkan tidak punya tanah secuil pun di sana,” ungkapnya.

Menurutnya, kondisi ini memperkuat dugaan bahwa apa yang terjadi bukan sekadar persoalan adat, melainkan berkaitan dengan akses dan kontrol terhadap wilayah yang memiliki potensi tambang.

Dalam konferensi pers yang sama, Ahmed menambahkan bahwa upaya mediasi pernah dilakukan oleh beberapa pihak, namun dianggap tidak menyentuh akar masalah karena persoalan mendasar, yakni dugaan pelanggaran dan hak-hak masyarakat yang terabaikan dan belum diselesaikan.

“Apa yang menjadi perbuatan di masa lalu harus diselesaikan dulu. Jangan sampai karena ada upaya damai, semua persoalan itu kemudian diputihkan,” tegas Ahmed.

Hingga berita ini diterbitkan, Kuasa Hukum Raja Rumbia VII Alfian Pimpie, Jahrullah, menyatakan akan memberikan tanggapan resmi dalam satu hingga dua hari ke depan terkait isu-isu yang berkembang.

“Kami pastikan akan memberikan tanggapan satu atau dua hari kedepan, karna ini isu persoalan adat” kata Jahrullah. (A)

Laporan: Ahmad Mubarak

 

You cannot copy content of this page