KENDARI – Dosen Pemula Internal Universitas Halu Oleo (UHO) melakukan penelitian terhadap permainan tradisional dan eksistensinya ditengah diterminasi teknologi informasi pada anak-anak Kelurahan Wandudopi Kecamatan Baruga Kota Kendari.
Kegiatan ini digelar selama dua minggu sejak 16 Agustus 2021 lalu.
Salah satu anggota penelitian La Sudu, S.Pd., M. Hum, mengatakan pada saat ini dapat disaksikan bahwa penggunaan game hamper merajai keseharian anak-anak, remaja dan dewasa. Karakteristik yang praktis, mudah didapatkan dengan hanya mengunduhnya di applikasi playstore baik yang gratis maupun yang berbayar dan dapat dimainkan secara online dan offline menjadikan permainan ini dapat dengan mudah diterima oleh semua kalangan masyarakat. Fenomena ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar saja, akan tetapi juga terjadi hampir di seluruh daerah di Indonesia.
Determinasi teknologi informasi ini juga dirasakah oleh masyarakat kota Kendari. Rata-rata setiap anak di kota kendari sudah dapat menggunakan gadget atau smartphone bahkan sebagian besar telah memilikinya. Perangkat lain yang juga digunakan untuk bermain game adalah komputer dan playstation dengan spesifikasi hardware yang lebih canggih.
“Permainan tradisional seperti permainan bentengan, petak umpet, bola bekel, gundu dan gobak sodor menjadi semakin termaginalkan. Anak-anak. Munculnya Kesenangan akan game di gawai, computer dan playstation ini tentu akan berdampak pada kondisi mental dan pola pikir anak. Selain itu juga, hal ini dapat mengakibatkan anak-anak cenderung adiktif yang berakibat pada kurangnya tingkat kepekaan mereka terhadap lingkungan sosialnya serta beberapa gangguan kesehatan lainnya,” jelasnya saat ditemui media ini Kamis, 02 Desember 2021.
“Akan tetapi pemandangan berbeda terjadi di salah satu lingkungan di kelurahan Wandudopi Kota Kendari. Anak-anak di sana terlihat setiap sore selalu bermainpermainan tradisional setiap sorenya. Secara bergerombolan mereka saling mengajak satu sama lain dan berdiskusi untuk menentukan permainan apa yang akan mereka mainkan. Mereka menguasai satu lahan kosong di lingkungan mereka untuk dijadikan sebagai tempat bermain. Hal ini jelas berbanding terbalik dengan keadaan anak-anak di luar lingkungan mereka yang justru lebih memilih game untuk mengisi aktivitas keseharian,” sambungnya.
Lanjut Dosen Sastra Indonesia ini menjelaskan untuk menganalisis hal tersebut di atas maka dibutuhkan beberapa konsep terkait permainan tradisional dan teknologi informasi serta beberapa konsep sosial lainnya yang mendukung penelitian ini. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif yang mana pengumpulan datanya dilakukan dengan cara dokumentasi, wawancara dan pengamatan.
Kemudian data yang telah dikumpulkan akan dianalisis dengan konsep seperti yang disebutkan di atas. Hasil dari penelitian ini adalah Pertama, jenis- jenis permainan tradisional yang sering dimainkan oleh anak-anak kelurahan Wundudopi adalah ase, cuke, lompat karet, kasede-sede, kalego dan tembak-tembakan bamboo. Kedua, faktor yang menyebabkan permainan ini eksis di tengah determinasi teknologi informasi adalah Adanya persetujuan dari orang tua, Kebiasaan dan Adanya fasilitas dari warga setempat.
“Ragam budaya di Indonesia tercermin pada banyaknya suku beserta tujuh unsur kebudayaan yang melekat padanya yakni bahasa, kesenian, agama, system teknologi, system mata pencaharian hidup dan organisasi social dengan segala ritual dan tradisinya. Keragaman ini menjadi identitas bangsa yang diwariskan dari generasi ke generasi setelahnya sampai pada saat ini, walaupun setiap saat hal tersebut selalu beradu dengan perkembangan jaman yang sangat cepat yang pada akhirnya harus ada yang hilang dan kadang pula masih dapat bertahan di tengah determinasi tekhnologi informasi sebagai hasil dari proses modernisasi,” tambahnya.
Ia juga menyebutkan modernisasi sendiri selalu menuntut seseorang untuk dapat berubah atau menyesusaikan diri dengan tuntunan jaman. Hal ini sering berbanding terbalik dengan karakteristik tradisi yang cenderung klasik dan monoton sehingga para pelaku budaya selalu terus berusaha agar bagaimana tradisi- tradisi yang masih ada dapat tetap eksis pada setiap era. Diantara tradisi yang berusaha untuk tetap bertahan adalah permainan tradisional. Permainan tradisional pada jaman dahulu diciptakan bukan hanya sekedar penghibur hati semata. Menurut Yunus (1980) dulunya permainan tradisional juga difungsikan sebagai kegiatan yang rekreatif, kompetitif, padagogis, magis dan religius. Dari aspek sosial juga, permainan tradisional dapat berfungsi dengan baik karena permainan ini selalu melibatkan pertemuan lebih dari 1 (satu) orang.
“Akan tetapi, fungsi-fungsi ini semakin hari, semakin tidak bermakna bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Gempuran tekhnologi melalui jenis-jenis permainan modern yang disadur dari negara lain, seperti monopoli, barbie, tamagotchi dan gamebot terus menerus hadir silih berganti. Kemudian permainan-permainan modern ini ada yang beralih wahana ke perangkat komputer dan selanjutnya ke perangkat komunikasi. Perangkat komunikasi yang dimaksud adalah telpon genggam. Pada awal munculnya, para produsen berusaha memberikan hiburan kepada para penggunanya dengan membuat fitur games yang sederhana pada telepon genggam yang masih monoponik. Nokia sebagai merk gawai yang populer pada tahun 1997 memproduksi game Snake yang digerakkan oleh jari dengan menekan anak panah atas, bawah, dan samping dengan memakan bola yang ada. Selain itu, ada juga game yang juga jauh lebih dahulu muncul yakni pada tahun 1994 yaitu game Tetris yang diproduksi oleh Hagenuk MT-2000 yang dimainkan dengan cara menata kotak-kotak berbentuk sehingga bisa memenuhi satu baris horizontal dalam layar gawai,” bebernya.
Lalu game-game mobile ini akhirnya sedikit demi sedikit mulai bergeser keberadaannya pada tahun 2008-an dan mulai berganti dengan game-game yang lebih modern yang tumbuh subur seiring berkembangnya industri game dan industri telekomunikasi. Pada saat ini dapat disaksikan bahwa penggunaan game hampir merajai keseharian anak-anak, remaja dan dewasa. Karakteristik yang praktis, mudah didapatkan dengan hanya mengunduhnya di applikasi playstore baik yang gratis maupun yang berbayar dan dapat dimainkan secara online dan offline menjadikan permainan ini dapat dengan mudah diterima oleh semua kalangan masyarakat.
“Fenomena ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar saja, akan tetapi juga terjadi hampir di seluruh daerah di Indonesia. Hal ini menjadikan permainan tradisional seperti permainan bentengan, petak umpet, bola bekel, gundu dan gobak sodor menjadi semakin termaginalkan,” tuturnya.
Kota Kendari sebagai ibu kota Provinsi Sulawesi Tenggara dengan perkembangan yang cukup pesat, ikut merasakan dampak dari perkembangan teknologi informasi tersebut.
“Rata-rata setiap anak di kota kendari sudah dapat menggunakan gadget atau smartphone bahkan sebagian besar telah memilikinya. Perangkat lain yang juga digunakan untuk bermain game adalah komputer dan playstation dengan spesifikasi hardware yang lebih canggih. Hal ini merupakan syarat mutlak untuk dapat bermain game. Kadang anak-anak ini sering menyendiri di dalam kamar sampai berjam-jam bahkan sepanjang hari dan hanya keluar kamar sesaat untuk makan dan minum kemudian melanjutkan permainannya kembali. Kesenangan akan game di gawai, computer dan playstation ini tentu akan berdampak,” pungkasnya.
Diketahui kegiatan ini turut dihadiri oleh Lestariwati, S.Pd., M.Hum. (Ketua), La Sudu, S.Pd., M. Hum. (Anggota), Nurmin Suryati, S.S., M.Hum. (Anggota)
Irma Magara, S.Pd., M.Si. (Anggota).
Penulis : Sardin.D