NEWS

Kisah Atirah Surayya, Perwakilan Duta Bahasa Sultra 2021

960
×

Kisah Atirah Surayya, Perwakilan Duta Bahasa Sultra 2021

Sebarkan artikel ini

KENDARI – Tertarik pada sesuatu hal tentunya tidak terlepas dengan motivasi yang selalu membangkitkan semangat untuk terus berkarya. Dalam proses perjalanan itu tentunya ada sebuah kisah hingga mencapai sebuah tujuan tersebut.

Hal itu juga dirasakan Atirah Surayya saat memilih menjadi sebagai Duta Bahasa. Sebelum menjadi perwakilan Duta Bahasa Sulawesi Tenggara (Sultra) 2021 di ajang nasional tentunya semua itu ada sebuah cerita.

Atirah menceritakan bahwa dirinya dulu sempat menunda untuk mengikuti duta bahasa di tahun 2018 karena ia masih berstatus mahasiswa.

“Saya sudah tertarik di dunia literasi sejak dulu. Saya dapat informasi di tahun 2018, tapi karena saya masih kuliah jadi tidak bisa mengikutinya. Apalagi saya besiknya sainks yang sering di laboratorium dan tidak bisa ikut jika ada karantina selama seminggu,” ungkap Atirah saat menghadiri acara BINCANG KITA di Studio MEKTV, Rabu 11 Mei 2022.

Baca Juga : AMPLK Soroti PT Arverma yang Diduga Beroperasi di Konut Tanpa IPPKH

Ia memilih untuk menyelesaikan masa studinya terlebih dahulu. Sehingga dirinya nanti tidak terpengaruh dengan beban-beban pikiran yang lain saat mengikuti pemilihan duta bahasa di ajang nasional kedepannya.

“Saya selesai kuliah di akhir tahun 2020, kemudian 2021 pembukaan pendaftaran, saya daftarlah, dan alhamdulilah saya lolos menjadi finalis,” tutur wanita yang masih berusia 23 tahun ini.

Atirah mengaku bahwa dirinya memiliki motivasi dalam mengikuti duta bahasa ini karena untuk membuktikan kepada semua orang bahwa siapapun itu bisa termasuk dirinya yang bukan besik sosial humaniora (soshum).

“Secara umumnya yang mengikuti duta bahasa itu adalah jurusan soshum karena berkaitan dengan jurusan mereka, sedangkan anak-anak saintek terkesan masa bodoh atau tidak mau tau dengan apa itu duta bahasa, namun saya ingin mengembangkan diri sehingga saya tertarik untuk mengikuti duta bahasa ini,” pungkasnya.

 

Reporter : Hendrik Komantobuano

You cannot copy content of this page