JAKARTA, MEDIAKENDARI.COM – Krisis global berupa krisis pangan, energi, dan inflasi yang mengakibatkan krisis ekonomi saat ini menjadi the perfect storm (badai sempurna) yang sangat berdampak terhadap ketahanan keluarga di Indonesia. Di sisi lain, ketahanan keluarga itu merupakan fondasi dasar Indonesia dalam menghadapi krisis global.
Krisis global akibat adanya dampak perang, perubahan iklim (climate change), dan Pandemi Covid-19 yang berpengaruh terhadap ketahanan keluarga menjadi topik bahasan utama kelompok diskusi terarah atau Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) bersama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang mengambil tema Memantapkan Pembangunan Keluarga Berkualitas Guna Menghadapi Krisis Global yang digelar di Gedung Lemhanas RI di Jakarta, Senin (12/12/2022).
Hadir dalam diskusi untuk menghasilkan kajian risiko krisis dan strategi-strategi yang lebih konkrit dalam kesiapan menghadapi krisis global itu Gubernur Lemhanas RI Andi Widjajanto, Kepala BKKBN Dr. (HC) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K), serta Wakil Gubernur Lemhanas Letjen. TNI Mohamad Sabrar Fadhilah.
Diskusi yang dipandu Tenaga Profesional Bidang Sosial Budaya Lemhanas RI Dwi Hermuningsih itu dihadiri Ketua Perkumpulan Promotor dan Pendidik Kesehatan Masyarakat Indonesia (PPPKMI) Dr. dr. Anung Sugihantono, M.Kes, anggota Komisi IV DPR RI Luluk Nur Hamidah, M.Si, M.P.A, Tenaga Profesional Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Lemhanas RI Marsda TNI (Purn) Baskoro Alrianto, M.Sc, Ketua Umum Ikatan Praktisi dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI) Dr. Sudibyo Alimoeso M.A.
Dalam arahannya Gubernur Lemhanas Andi Widjajanto mengatakan pembangunan keluarga berkualitas merupakan fondasi dasar Indonesia dalam menghadapi krisis global.
“Kita banyak peluang untuk mengoptimalkan bonus demografi 2028-2030 terus hingga 10 tahun ke depan. Optimisme Indonesia akan menjadi negara maju,” kata Andi.
Menurut Andi, dimensi nasional Indonesia saat ini tidak bisa lepas dari dimensi internasional yang terjadi. Karena itu Andi memaparkan kondisi yang terjadi di dunia internasional, di mana dunia menghadapi piramida penduduk tua.
Andi menyebutkan, beberapa negara telah melewati bonus demografinya. Jepang, kata Andi, telah melewati bonus demografi pada 2000, Amerika Serikat pada 2008, dan negara-negara di Eropa melewati bonus demografi pada 2011.
Salah satu cara untuk menghadapi krisis global tersebut menurut Andi dengan memanfaatkan bonus demografi yang akan dimiliki Indonesia pada 2028 hingga 2030.
“Generasi Y, Z dan Alfa, yang sekarang usianya 10 sampai 35 tahun. Kalau mereka bisa menjadi kelas produktif, kita dapatkan bonus demografinya,” ujar Andi seraya menyebutkan bonus demografi itu dari generasi digital.
“Piramida (penduduk) kita ideal untuk melompat. Optimisme Indonesia akan menjadi negara maju. Tidak mengutak-atik usia, tetapi produktivitas terutama perempuan dan kualitas hidup lanjut usia bisa menghadapi krisis pangan, energi, dan finansial,” kata dia.
Kepala BKKBN Dr. (HC) dr. Hasto Wardoyo,Sp.OG (K) mengatakan ketahanan keluarga harus diwujudkan untuk Indonesia Emas 2045.
Menurut Hasto, ketahanan keluarga yang baik berkontribusi dalam menghadapi krisis global dan punya daya tahan terhadap setiap krisis yang terjadi.
Hasto juga memaparkan kondisi demografi, di mana proporsi penduduk di usia produktif sekaligus konsumtif. Bonus demografi di Indonesia juga diwarnai dengan Indeks Pembangunan Manusia yang belum begitu baik di mana partisipasi sekolah penduduk Indonesia masih berada pada angka 8,3 tahun dan ekonomi menengah ke bawah.
“Padahal window opportunity ini akan menutup pada 2035 hingga 2045 dengan beban Pendidikan yang rendah dan ekonomi yang rendah,” kata Hasto.
Terkait dengan window opportunity atau jendela bonus demografi, Hasto menyebutkan di Indonesia tidak merata. “Ada beberapa daerah yang sudah lewat window opportunity bonus demografi. Variasi window opportunity tidak sama antara satu provinsi dengan provinsi lain. Karena itu tidak sama kebijakannya,” ujar Hasto.
BKKBN menurut Hasto mengemban amanah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan juga meningkatkan kualitas keluarga.
“Keluarga menjadi sumber daya manusia berkualitas. Namun demikian kondisi kenyataan yang terjadi saat ini, high skill (tenaga terampil) kita berada pada posisi low (rendah). Low skill kita pada posisi high,” kata dia.
Dalam diskusi tersebut, dari BKKBN hadir Deputi Adpin Santoso Teguh Santoso, Deputi KSPK Nopian Andusti, Deputi KBKR Eni Gustina, Deputi Dalduk Bonivasius Prasetya, Direktur Advokasi dan Kelembagaan Wahidah, dan Direktur Bina Ketahanan Remaja Victor Palimbong.
Sementara itu Ketua Umum Ikatan Praktisi dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI) Dr. Sudibyo Alimoeso M.A. mengatakan pembangunan keluarga tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, namun juga pemerintah daerah. Namun, Sudibyo mengatakan pembangunan SDM tersebut tidak menarik bagi pemeritah daerah ketimbang pembangunan fisik, seperti membangun jembatan, jalan, dan pembangunan fisik lainnya.
“Konsep ketahanan keluarga yang bisa beradaptasi positif dari luar dan dalam. Keluarga berkualitas adalah yang bisa melaksanakan fungsi-fungsi keluarga. Pembangunan keluarga menyangkut semua siklus,” kata Sudibyo.
Menurut Sudibyo, pemerintah juga harus berhati-hati dalam menetapkan target angka Total Fertitility Rate (TFR). Sebab, angka TFR di bawah 2 maka akan menutup dengan cepat window opportunity bonus demografi.