KONAWE SELATAN – Dua warga desa Rambu-Rambu, Kecamatan Laeya, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Muhammad Fitra Ridha dan Hardiknas Tomboli yang telah ditahan dan ditetapkan tersangka atas dugaan kasus tindak pidana dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap barang dalam perkara sengketa lahan berhasil memenangkan permohonan praperadilan.
Permohonan praperadilan keduanya dikabulkan oleh Hakim Pengadilan Negeri (PN) Andoolo, Sigit Jati Kusumo melalui kuasa hukumnya Oldi Aprianto dan kawan-kawan.
Praperadilan dimaksud berisi empat poin, pertama menyatakan penyidikan yang dilaksanakan termohon berdasarkan penetapan tersangka nomor: SP.Sidik/06/IX/2021.Reskrim tertanggal 22 September 2021 adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Kedua, menyatakan surat penetapan tersangka termohon (terhadap pemohon) berdasarkan surat penetapan tersangka nomor: S.Tap/10/XI/2021.Reskrim tanggal 02 November 2021. Tentang penetapan tersangka adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Ketiga, menyatakan surat perintah penahanan nomor: SP.Han/08/XII/2021.Reskrim tanggal 09 Desember 2021 adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Keempat, memerintahkan kepada termohon agar pemohon segera dikeluarkan dari rumah tahanan kepolisian Polda Sultra.
Sementara itu permohonan pemohon yang meminta agar hakim menghukum termohon untuk membayar ganti kerugian kepada pemohon sebesar Rp1 miliar tidak dikabulkan.
Sidang putusan praperadilan yang digelar secara tatap muka ini dihadiri tim kuasa hukum pemohon yakni Oldi Aprianto, Fitra Masalisi, Sidik Nurmanjaya, Arli Zulkarnaen dan Alfan Pathriansyah serta tim kuasa hukum Polda Sultra selaku termohon.
“Setelah putusan ini. Hari ini juga kami akan melakukan upaya agar para tersangka segera di keluarkan dari rumah tahanan, kita juga akan upaya agar nama baik para tersangka di pulihkan,” kata Oldi Aprianto saat melakukan konferensi pers. Kamis, 27 Januari 2022.
Dalam permohononya tim penasihat hukum para terdakwa menyebut terjadi beberapa kesalahan prosedural Penyidik Polsek Lainea dalam melakukan proses penyelidikan maupun penyidikan hingga berimbas pada penetapan tersangka.
Adapun yang menjadi poin keberatan pengacara terdakwa yakni tidak adanya dilaksanakan proses gelar perkara setelah dilakukan proses penyelidikan terhadap perkara ini. Pemohon ataupun keluarganya tidak perna diberikan surat pemberitahuan dimulai penyidikan (SPDP) oleh termohon serta penetapan tersangka terhadap pemohon tidak sah karena tidak didasari bukti permulaan yang cukup dan tidak memenuhi ketentuan perkap nomor 6 tahun 2019 serta kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP).
“Atas beberapa poin keberatan itu semua terjadi pelanggaran beberapa regulasi yang kami uaraikan dalam permohonan kami dan semua terbukti, seperti temohon tidak pernah memberikan salinan SPDP kepada Pemohon ataupun keluarganya sebagaimana Putusan No. 130/PUUXIII/2015 tanggal 11 Januari 2017 dan Pasal 13 dan 14 Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana. Atas pelanggaran ini maka penetapan Pemohon sebagai Tersangka (oleh termohon) tidak sah dan tidak berdasar hukum, cacat secara prosedural,” papar Oldi.
Ketiga tersangka itu sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat Perintah Penyidikan Nomor :SP.Sidik/06/IX/2021/Reskrim tertanggal 22 September 2021 yang dibuat penyidik berdasarkan Laporan Polisi Nomor :LP/B/17/VII/2021/SPKT.Polsek Lainea. Tertanggal 11 Juli 2021 dalam Dugaan Tindak Pidana dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 Ayat (1) KUHPidana subsider Pasal 406 Ayat (1) KUHPidana dalam perkara sengketa lahan beberapa orang warga yang terletak di desa Desa aepodu kecamatan laeya.
Penulis : Erlin