Redaksi
UNAAHA – Untuk meminimalisir terjadinya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Konawe, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) bersama dengan Forum Komunikasi Partisipasi Publik untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak (PUSPA) Sulawesi Tenggara (Sultra) menggelar pelatihan paralegal untuk pendampingan dan advokasi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, selama tiga hari kedepan yang mulai pada Rabu (12/12/2018) kemarin.
Kepala DP3A Konawe, Cici Ita Ristianty mengatakan, kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan bentuk yang sangat mudah dilihat atau kasat mata. Jika ditelusuri lebih lanjut kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan gejala yang kompleks yang ketika terlihat memiliki akar.
“Upaya pencegahan dan penanggulangannya pun akan efektif bila ada pemberdayaan terhadap masyarakat yang berpartisipasi aktif dalam mencegah segala bentuk kekerasan, baik yang terjadi di ranah publik maupun domestik rumah tangga. Dan untuk itulah kegiatan ini digelar, agar kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak terjadi lagi,” terangnya.
Mantan Camat Sampara itu menguraikan, pada tahun 2017 lalu Konawe berada di ranking teratas di Sultra kasus kekerasan perempuan dan anak yang mencapai 79 kasus.
Bahkan saat itu, pihaknya mengaku kewalahan karena banyaknya laporan kekerasan terhadap anak-anak. Tapi untungnya pada 2018 jumlahnya menurun drastis yang saat ini hanya 29 kasus.
“Kita akan selalu berupaya meminimalisir kasus kekerasan, apalagi di Konawe sendiri telah ada Peraturan Daerah (Perda) dan Perbup yang ikut mendukung gerakan stop tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, dan apalagi saat ini kita tengah menggagas Perda tentang Perlindungan Anak Berbasis Sekolah,” tutup Wakil Ketua TP-PKK Konawe itu, Kamis (13/12/2018).
Sementara itu, Ketua Forum Puspa, Hasmida Karim menjelaskan, pelatihan paralegal digelar sebagai bentuk keprihatinan atas tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di Konawe.
Sehingga pihaknya merasa perlu mengajak seluruh elemen terkait untuk menjadi paralegal guna melakukan advokasi hukum terhadap perempuan dan anak.
“Kita harapkan para peserta yang terlibat dalam pelatihan ini bisa terlibat dan ikut mendampingi para korban kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, ketika hendak melapor ke kepolisian,” harapnya.