NEWS

Ini Ulasan Tari Lumense Bombana, Tarian Yang Bakal di Tampilkan di Istana Negara Saat HUT RI ke 77

1273
×

Ini Ulasan Tari Lumense Bombana, Tarian Yang Bakal di Tampilkan di Istana Negara Saat HUT RI ke 77

Sebarkan artikel ini
tampak para penari Lumense foto bersama Gubernur Sultra H Ali Mazi (Foto: Istimewa)

KENDARI, MEDIAKENDARI.COM – Tari Lumense dari Kabaena Kabupaten Bombana Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terpilih untuk ditampilkan dalam upacara HUT RI ke-77 di Istana Negara bersama tiga tarian adat dari provinsi lainnya.

Tiga provinsi lainya yakni, Reog Ponorogo dari Jawa Timur, Papua, dan Nusa Tenggara Barat.

Seperti yang dikutip dari www.SGJ01.com, Tari Lumense dan Reog Ponorogo akan ditampilkan saat upacara penaikan Bendera Merah Putih di Istana Negera atau pagi hari. Sementara dua tarian dari Papua dan NTB ditampilkan pada penurunan Bendera Merah Putih.

Baca Juga : Gubernur Ali Mazi Apresiasi dan Dukungan Penuh Tari Lumense Bombana

Terpilihnya Tari Lumense setelah tarian ini sebelumnya masuk dalam nominasi Anugerah Pesona Indonesia (API) Award 2022. Selain itu, tarian ini juga masuk 100 besar hasil kurasi Festival Tangkeno di Kharisma Event Nusantara (KEN). Terpilihnya Tari Lumense karena tarian ini memiliki makna tarian penolak bala atau penolakan peristiwa buruk seperti wabah penyakit.

Tarian Lumense ini akan ditampilkan oleh 120 orang terdiri 100 penari wanita dan 20 pria penabuh gendang. Para penari ini terdiri dalam mahasiswa Universitas Halu Oleo Kendari, siswa Sekolah Menengah Atas atau Sekolah Menengah Kejuruan dan Madrasah Tsanawiyah. Pesertanya untuk jenjang mahasiswa hingga pelajar dari Kota Kendari dan Kabaena, Kabupaten Bombana.

Ke-120 penari Tari Lumense sudah mengikuti latihan selama sebulan, dan kini para peserta akan berangkat dan tiba di Jakarta pada 14 Agustus 2022.

Di masa lalu Tari Lumense dilakukan dalam ritual Pe’Olia, yaitu ritual penyembahan kepada Kowonuano (penguasa/pemilik negeri) dengan menyajikan aneka jenis makanan. Ritual ini dimaksudkan agar Kowonuano berkenan mengusir segala macam bencana. Penutup dari ritual tersebut adalah penebasan pohon pisang.

Corak produksi masyarakat Kabaena adalah bercocok tanam atau bertani, masyarakat masih melakukan pola tradisional yaitu membuka hutan untuk dijadikan lahan pertanian. Sementara parang yang dibawa oleh para pria menggambarkan profesi sebagai petani.

Baca Juga : Fakta Pelanggaran Kode Etik Prof B Terkuak, Sanksi tak Kunjung Dijatuhkan

Simbol pohon pisang dalam tarian ini bermakna bencana yang bisa dicegah. Oleh karena itu klimaks dari tarian ini adalah menebang pohon pisang. Artinya, setelah pohon pisang tumbang bencana bisa dicegah. Kekinian Tari Lumense sudah tidak lagi menjadi ritual pengusiran roh. Akan tetapi, Tari Lumense masih dianggap memiliki nilai spiritual. Masyarakat setempat menganggap Tari Lumense adalah tari “penyembuhan”.

Tari Lumense memiliki arti yang diambil dari bahasa daerah setempat yakni kata Lume yang berarti terbang dan Mense yang berarti tinggi, jadi secara menyeluruh, nama tarian ini berarti terbang tinggi. Lumense berarti terbang mengamuk. Mereka menamakan Lumense karena gerakan penarinya laksana seorang yang sedang mengamuk dengan pedang ditangannya. (Ensiklopedia Tari dan Musik di Sultra, 1977/1978).

Suku Moronene merupakan penduduk asli dari wilayah ini, dan tertua hingga saat ini. Nenek moyang suku ini adalah bangsa Melayu Tua yang datang dari Hindia Belakang pada zaman pra sejarah. Secara geografis, Pulau Kabaena merupakan pulau terbesar setelah Pulau Buton dan Pulau Muna di Sulawesi Tenggara.

Baca Juga : Pemuda di Konsel Ditangkap Usai Setubuhi Anak di Bawah Umur

Tari Lumense ini diiringi dengaan instrument musik gendang, gong besar (Mbololo) dan gong kecil (Ndengu-Ndengu). Ketiga instrument musik ini dimainkan serentak oleh tiga orang pemain musik.

Biasanya Tari Lumense ini dilakukan diarena atau panggung terbuka, sehingga perlengkapan pertunjukkan tari tersebut hanya terdiri dari parang dan batang pisang. Pakaian penarinya terdiri dari pakaian adat. Penari wanita memakai baju panjang berjumbai seperti ekor burung, kain sarung, kepala diikat dengan hiasan berumbai dan ikat pinggang.

Musik pengiring tari ini berasal dari alat musik gendang dan gong besar yang disebut Tawa-Tawa dan gong kecil (Ndengu-ndengu). Pengiring musik berjumlah tiga orang penabuh alat musik tersebut sementara dalam memainkan tarian ini dibutuhkan beberapa anakan pohon pisang sebagai properti pendukung.

Reporter: Sardin D.

Facebook : Mediakendari

You cannot copy content of this page