Reporter: Ardilan
Editor: La Ode Adnan Irham
BAUBAU – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tenggara (Sultra), melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) bersama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Sultra, ingin mengoptimalkan ruang 0 sampai dengan 2 mil bagi perikanan skala kecil di Perairan Sultra.
Hal ini dilakukan agar masyarakat pesisir yang kebanyakan terdiri dari nelayan kecil dan tradisional, dapat tergugah untuk berkelompok dengan adanya prioritas alokasi ruang bagi mereka.
Menggunakan konsep acara ‘Ngobras’ atau ‘Ngobrol Bareng dan Diskusi’, Pemprov Sultra bersama Rare mengangkat tema “Peraturan Daerah Sultra Nomor 9 Tahun 2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) tahun 2018 – 2038, yang di dalamnya terdapat unsur peraturan pemanfaatan ruang bagi kegiatan perikanan tangkap yang dikhususkan untuk nelayan skala kecil dan masyarakat tradisional” di Kota Baubau, Selasa (10/12/2019).
Sebab, publik juga dirasa perlu untuk mengetahui arah kebijakan sektor perikanan skala kecil pemerintah, yang fokusnya meningkatkan kesejahteraan nelayan lokal dan tradisional.
Secara eksplisit, Pasal 29 ayat 5 menyatakan bahwa Pemanfaatan ruang
untuk kegiatan penangkapan ikan pada zona perikanan tangkap dalam wilayah 0-2 mil diprioritaskan bagi nelayan kecil, masyarakat lokal dan/atau masyarakat tradisional.
Talk show ini menghadirkan tiga narasumber yang mewakili pemangku kepentingan utama di Sultra yang diwakili nelayan, DKP Sultra dan Bappeda Sultra. Acara ini dihadiri pula oleh Kepala DKP serta Kepala Bidang Perikanan Tangkap dari Kabupaten Buton, Muna, Buton Utara, Buton Selatan dan Buton Tengah.
Turut hadir awak media yang memiliki perwakilan atau korespondensi di Kota Baubau. Sehingga secara total ada 35 peserta yang hadir dalam acara diskusi tersebut.
Dengan banyaknya nelayan skala kecil Sultra atau lebih dari 90 persen dari total 90.674 nelayan, berdasarkan data dari DKP Sultra 2016 yang menggantungkan hidup mereka dari menangkap ikan di wilayah pesisir 0 – 2 mil laut, maka kelestarian ekosistemnya menjadi hal yang sangat penting.
Permasalahannya saat ini adalah, para nelayan skala kecil tersebut secara tidak langsung telah mengeksploitasi sumber daya tanpa perhitungan yang berimbas kepada fenomena overfishing. Fenomena ini diperparah dengan adanya nelayan dari daerah lain yang datang untuk memancing di kawasan yang sama.
Tanpa adanya skema pengelolaan yang tepat, para nelayan skala kecil akan terus mendapatkan kerugian dari kegiatan penangkapan yang berlebih dan merusak, serta berkompetisi dengan nelayan dari luar daerah yang datang dan mengeksploitasi secara berlebih. Imbasnya adalah kesejahteraan nelayan kecil di daerah pesisir pun terus terancam.
Berkaca dari permasalahan tersebut, maka dibutuhkan suatu inovasi pengelolaan kawasan laut dan sumberdaya perikanan oleh masyarakat dan juga oleh pemerintah setempat agar pengelolaan perikanan skala kecil dapat berjalan dengan baik. Dengan begitu, tidak hanya ekosistem yang terjaga, namun juga kesejahteraan para masyarakat pesisir terutama para nelayan kecil.
Sebagai bentuk turunan dari Ayat (5) pada pasal 29 PERDA No. 9 Tahun 2018 yang telah disebutkan sebelumnya tersebut, model pengelolaan yang saat ini telah dikembangkan untuk mengedepankan kepentingan nelayan kecil adalah Pengelolaan Akses Area Perikanan (PAAP) yang diusung oleh Pemerintah Provinsi dengan bantuan dari Rare sebagai mitra Pemerintah.
Sebagaimana yang telah tertulis pada Ayat (6) selanjutnya yang menyatakan bahwa “Kegiatan penangkapan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat diatur pelaksanaannya melalui Pengelolaan Akses Area Perikanan yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
PAAP mengedepankan pentingnya mengelola ekosistem secara menyeluruh agar ekosistem-ekosistem yang menopang keberadaan stok ikan di wilayah pesisir seperti mangrove, lamun, dan terumbu karang (yang memang banyak terdapat di wilayah 0 – 2 mil) terjaga utuh.
Salah satu komponen yang penting dari Program PAAP adalah adanya kelompok nelayan yang diberikan izin khusus untuk jangka waktu tertentu dari pemerintah untuk menangkap ikan pada daerah tertentu (daerah yang telah disepakati) dengan sistem pengawasan dan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan.
“Perda No. 9 Tahun 2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil atau RZWP3K Sultra tahun 2018 – 2038 tersebut merupakan inisiatif dari Pemerintah untuk menentukan arah penggunaan sumber daya dengan penetapan struktur dan pola ruang yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan,” tutur Kepala Bidang Ekonomi dan SDA Bappeda Sultra, Eka Paksi.
Menurut dia, dengan adanya alokasi 0 – 2 mil laut yang dikhususkan untuk nelayan kecil, masyarakat lokal dan/atau masyarakat tradisional ini diharapkan agar para nelayan kecil dapat memiliki keleluasaan dalam mengelola karena secara hukum telah mendapatkan dukungan dari pemerintah.
Sementara itu, Kepala DKP Sultra, Askabul Kijo menyampaikan, Pemprov Sultra mendukung alokasi khusus 0-2 mil. Dukungan itu, kata Askabul, penerapkan konsep PAAP di 22 tempat berbeda yang tersebar di 11 Kabupaten di wilayah Sultra.
Baca Juga :
- PMII Konawe Deklarasikan Pilkada Damai, Dukung Polres Konawe Jaga Kondusivitas Jelang Pilkada Serentak 2024
- Gerindra Sultra Akhirnya Tuntaskan Perbaikan Jalan Rusak di Lambuiya Konawe
- Harmin Dessy Paparkan Program Kemenangan di Pilkada Konawe di Hadapan Puluhan Ribu Massa Yang Hadiri Kampanye Akbar
“Intinya adalah bagaimana nelayan dapat berkelompok dan bekerjasama dalam mengelola sumber daya perikanan yang ada di wilayah mereka. Karena hanya dengan berkelompoklah suatu pengelolaan dapat berjalan secara efektif dan berkelanjutan,” paparnya.
Askabul menjelaskan, bagi nelayan, inisiatif seperti itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat pesisir dimana mereka secara langsung mendapatkan ruang untuk mengelola sumber daya laut dan ikan di daerah mereka tanpa harus khawatir bahwa sumber daya tersebut akan dirusak oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Perwakilan nelayan dari Kabupaten Wakatobi, Adianto mengatakan tantangan dalam membentuk kelompok adalah bagaimana meyakinkan masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan dan sumber daya yang ada di daerah mereka sehingga sumber daya dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.
“Kebanyakan orang tidak menyadari bahwa pendapatan mereka terus menurun itu diakibatkan mereka tidak memberlakukan prinsip keberlanjutan dalam aktivitas mereka. Ini yang perlu kita dorong agar mereka bisa sadar dan merubah perilaku mereka” tandasnya.
Untuk diketahui, talkshow ini merupakan salah satu rangkaian kampanye tentang perikanan berkelanjutan di Sultra yang akan berlangsung hingga tahun 2021. (B)