KENDARI, MEDIAKENDARI.COM – Akhir tahun ini menjadi tenggat waktu bagi bank kecil untuk memenuhi modal inti sedikitnya Rp3 triliun. Bank yang gagal memenuhinya, terancam turun kasta menjadi bank perkreditan rakyat (BPR).
Dalam aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kegiatan BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum karena BPR dilarang menerima simpanan giro, kegiatan valas, dan perasuransian.
Adapun tenggat waktu pemenuhan modal inti, OJK telah merilis Peraturan OJK (POJK) 12 tahun 2020 tentang konsolidasi bank umum. Beleid ini mewajibkan perbankan memiliki modal inti secara bertahap, yakni Rp1 triliun di 2020, lalu naik Rp2 triliun di 2021, dan Rp 3 triliun pada 2022. Namun, Bank Pembangunan Daerah (BPD) memiliki tenggat waktu pemenuhan modal inti Rp3 triliun 1 tahun lebih lama, yakni pada 2024.
Baca Juga : Jika Harga Telur tak Kunjung Stabil, Disperindag Kota Baubau Bakal Adakan Pasar Murah
Terkuak, Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sulawesi Tenggara terancam akan turun status menjadi Bank Pengkreditan Rakyat (BPR) pada 2024 mendatang.
Hal ini diketahui saat perwakilan BPD Sultra rapat bersama lintas komisi pada saat rapat pembahasan Ranperda tentang pengelolaan BUMD bidang perbankan, berlangsung di gedung A DPRD Sultra, Selasa (23/8/2022) lalu.
Penurunan status ini lantaran BPD Sultra belum memenuhi syarat modal penyertaan sebesar Rp. 3 Triliun.
Perwakilan BPD Sultra menyebut modal penyertaan saat ini baru sekitar 1,3 Triliun.
“Ini syarat, wajib ada modal penyertaan sebesar Rp. 3 Triliun,” kata dari pihak BPD Sultra dalam rapat tersebut yang di pimpin Wakil Ketua DPRD Sultra, H. Herry Asiku, SE didampingi Wakil Ketua, Nursalam Lada dan anggota DPRD Sultra Fajar Ishak yang dihadiri perwakilan dari empat Komisi.
Untuk itu, Wakil Ketua DPRD Sultra, Herry Asiku mengatakan, pemenuhan modal penyertaan ini agar setara dengan BPD – BPD di Provinsi lain.
Baca Juga : Gubernur Sultra : Pj Wali Kota Kendari Insya Allah Sudah Ada
Sementara itu mengutip dari Bisnis.com, dijelaskan Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK Dian Ediana Rae sempat mengungkapkan bahwa ada 26 bank yang belum memenuhi ketentuan modal inti minimal Rp3 triliun. Dari 26 bank tersebut, sebanyak 17 di antaranya adalah emiten atau perusahaan yang tercatat di bursa dan menawarkan sahamnya ke publik.
Sejauh ini rencana aksi penambahan modal Rp3 triliun dilakukan sejumlah emiten perbankan salah satunya dengan menerbitkan saham baru atau rights issue. Bank digital PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB) misalnya, dengan modal inti (tier 1) sebesar Rp2 triliun per Juni 2022, akan menerbitkan 5 miliar saham baru dengan nilai nominal Rp100 per saham.
Begitu pula dengan PT Bank Maspion Indonesia Tbk. (BMAS) yang akan melakukan penawaran umum terbatas dalam rangka penambahan modal dengan memberikan hak memesan efek terlebih dahulu II (PMHMETD II) atau rights issue sebanyak-banyaknya 4,17 miliar saham baru dengan nilai nominal Rp100 per saham.