NEWS

Terbilang Baru, ITK Buton Diperhitungkan Skala Nasional

834
×

Terbilang Baru, ITK Buton Diperhitungkan Skala Nasional

Sebarkan artikel ini
Rektor ITK Buton, Prof Ir H La Sara MSi PhD (ujung kanan) saat menghadiri Workshop Strategi Blue Carbon Indonesia di Jakarta, belum lama ini. (Foto: Ist)

KENDARI, MEDIAKENDARI.COM – Meski baru lahir tahun lalu namun Institut Teknologi Kelautan (ITK) Buton telah mampu menunjukan eksistensi dirinya hingga ketingkat nasional, yang ditandai dengan masuknya universitas perguruan tinggi tersebut kedalam Workshop “Strategi Blue Carbon Indonesia untuk Pencapaian Target Nationally Determined Contribution dan Implementasi Nilai Karbon” yang dilaksanakan oleh Ditjen Pengelolaan Ruang Laut KKP pada tanggal 24 Januari 2023 lalu. Pada hari berikutnya (Selasa/25 Januari 2023) juga mengikuti “the 38th Strategic Talks tentang Peran Strategis Blue Economy dalam Pembangunan Ekonomi Nasional” yang diselenggarakan oleh Direktorat Publikasi Ilmiah dan Informasi Strategis IPB University. bahkan menjadi daftar undangan nomor urutan satu untuk kategori Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian se Indonesia.

Dibawah asuhan dan semangat muda dari Ketua Yayasan Sultra Raya Dua Ribu Dua Puluh, Alvin Akawijaya Putra SH, membuat ITK Buton terus dimotivasi untuk melakukan pengembangan diri, agar kedepan perguruan tinggi ini (ITK Buton) dimaksud kian siap mengambil peran sebagai salah satu pilar masa depan pembangunan sektor kelautan dan perikanan untuk kemajuan daerah dan bangsa Indonesia menuju Indonesia 2045.

Hal ini diungkapkan oleh Rektor ITK Buton, Prof Ir H La Sara MSi PhD, Minggu (29/1), bahkan menurutnya, keikutsertaan ITK Buton dalam pembahasan Strategi Blue Carbon Indonesia dan Peran Strategis Blue Economy untuk Pembangunan Ekonomi Nasional yang disebutkan di atas oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, menjadi motivasi tersendiri bagi seluruh jajaran ITK Buton untuk terus berlari hingga mampu sejajar dengan perguruan tinggi ternama yang telah lama ada di Sulawesi Tenggara bahkan di Indonesia.

Baca Juga : Warga Usul Buaya yang Kerap Muncul di Sungai Konaweha Ditembak Mati, Ini Tanggapan BKSDA Sultra

“Launching blue carbon Indonesia ini dikemas dalam kegiatan workshop, dalam rangka mendorong sektor kelautan atau blue carbon dalam konteks perubahan iklim nasional maupun global, oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, yang bekerja sama dengan UNDP Indonesia, sehingga Pencapaian Target Nationally Determined Contibution (NDC) dan Implementasi Nilai Ekonomi Karbon (NEK) bisa terwujud,” jelas Rektor ITK Buton ini.

Dia menambahkan, adapun tujuan dari kegiatan tersebut dalam rangka meningkatkan komitmen dan visi serta misi bersama dari seluruh pemangku kepentingan sektor kelautan dan perikanan, dalam kebijakan perubahan iklim melalui tata kelola eksositem karbon biru (blue carbon ecosystems). Serta mampu melakukan pemetaan state of the art baik potensi, data, peluang, ancaman, adaptasi maupun mitigasi terkait dengan dari pengelolaan karbon biru di Indonesia, serta bagaimana mengidentifikasi kerangka ekonomi, pembiayaan hingga tata kelola karbon biru di Indonesia.

Salah satu pembina Yayasan Sultra Raya 2020, Drs Asrun Lio, M.Hum., Ph.D menjelaskan, yang melatar belakangi kegiatan tersebut sebagaimana diuraikan oleh Dirjen PRL KKP adalah Indonesia termasuk negara rentan terdampak perubahan iklim dan kenaikan permukaan laut 0,8-1,2 cm/tahun, sementara sekitar 65% penduduk tinggal di wilayah pesisir. Risiko yang ditimbulkan dari perubahan iklim ini, antara lain kelangkaan air, kerusakan ekosistem pesisir, kerusakan ekosistem lautan, penurunan kualitas kesehatan, hingga kelangkaan pangan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

Baca Juga : Event Wisata Wakatobi Wave dan Festival Kande-Kandea Masuk Kalender Nasional

“Pemerintah menilai, jika hal ini tidak di mitigasi, maka yang terjadi adalah perubahan iklim dapat meningkatkan risiko bencana hidro-meteorologi dan potensi kerugian ekonomi Indonesia dapat mencapai 0,66% hingga 3,45% dari total PDB serta pada tahun 2030, Indonesia merupakan negara yang sangat rentan terhadap perubahan iklim. Memitigasi hal tersebut, pemerintah Indonesia melaksanakan komitmen-komitmen global dalam penanganan perubahan iklim, seperti protokol kyoto, Bali Roadmap, Copenhagen Accord, Paris Agreement, Katowice Climate Package, dan Glasgow Pacts. Konsekuensi kesepakatan ini adalah pemenuhan target penurunan emisi dan konsekuensi pembiayaan mitigasi dan adaptasi dampak perubahan iklim. Indonesia berkomitmen untuk menurunkan laju emisi sebesar 29% dengan kemampuan sendiri dan hingga 41%,” papar Sekda Provinsi Sultra ini.

Lulusan S3 The Australian National University of Canberra ini melanjutkan, salah satu inovasi kebijakan yang diterbitkan oleh pemerintah berupa kebijakan Nilai Ekonomi Karbon atau NEK (Carbon Pricing), termasuk dari karbon biru (blue carbon). NEK merupakan valuasi atas emisi/kandungan/potensi emisi GRK dan bentuk intervensi market failure dengan memanfaatkan kekuatan pasar.

“Ekosistem pesisir merupakan salah satu potensi penyerap karbon yang tidak kalah besar dibanding ekosistem hutan. Ekosistem pesisir tersebut adalah hutan mangrove dan padang lamun yang mampu menyerap karbon dari atmosfer dan lautan. Karbon yang tersimpan dalam ekosistem pesisir dikenal sebagai Blue Carbon dan ekosistemnya disebut sebagai Ekosistem Karbon Biru (Blue Carbon Ecosystems). Berkaitan dengan tema yang dibahas ini, salah satu misi ITK Buton adalah mengembangan teknologi berkaitan penguatan blue economy, selain pengembangan teknologi lainnya pada bidang kelautan dan perikanan. Untuk itu, ITK Buton memiliki peran untuk turut serta menyukseskan strategi tersebut, apalagi sebagai perguruan tinggi yang bergelut di bidang kelautan,” tambah mantan Kepala Pusat Studi Eropa UHO ini.

Reporter : Rahmat R.

Facebook : Mediakendari

You cannot copy content of this page