MUNA

Tuntutan Belum Terpenuhi, Aksi Blokir Jalan Poros-Raha Lakapera Terus Berlanjut

284
×

Tuntutan Belum Terpenuhi, Aksi Blokir Jalan Poros-Raha Lakapera Terus Berlanjut

Sebarkan artikel ini
Demonstrasi di Muna
1 : Suasana aksi protes blokir Jalan Poros Raha-Lakapera oleh warga Desa Wakumoro, Kecamatan Parigi, Kabupaten Muna. Mereka menuntut janji perbaikan jalan dari pemerintah Provinsi Sultra. Foto : Istimewa 2 : Suasana pemblokiran jalan Poros Raha-Lakapera di Desa Laiba, Kecamatan Parigi, Kabupaten Muna. Tampak sebuah pohon besar ditumbangkan warga hingga menutupi seluruh ruas jalan dan sejumlah pemudi desa memegang petaka menuntut perbaikan jalan. Foto: Istimewa

Reporter : Dewona

MUNA – Aksi pemblokiran jalan provinsi Raha – Lakapera yang dilakukan oleh warga Desa Wakumoro dan Desa Laiba, Kecamatan Parigi, Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara (Sultra), masih terus berlanjut akibat tuntutan masa yang belum terpenuhi.

Hingga Senin 6 Juli 2020, dua titik aksi pemblokiran jalan penghubung tiga kabupaten yaitu Kabupaten Muna, Muna Barat, dan Buton Tengah telah memasuki hari ke 14 atau genap dua pekan.

Aksi ini belum usai karena tuntutan mereka terhadap Pemerintah Provinsi (Pemprov) agar segera melakukan perbaikan jalan yang kondisi rusaknya sudah sangat parah di dua desa tersebut.

Sejak 1 Juli 2020 lalu, aksi blokir jalan ini lebih masif dilakukan. Untuk kendaraan roda dua sekalipun harus mencari jalan alternatif lain untuk melintas meskipun untuk warga desa setempat.

“Kami menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada para pengguna jalan,” kata Koordinator lapangan aksi, Muhammad Pasitoka.

Menurut dia, pihaknya mengambil langkah frontal bukan tanpa alasan. Sebab, mereka terus menelan pil pahit setiap tahunnya atas janji perbaikan jalan.

Kata Pasitoka, pihaknya merasa sangat resah akibat debu jalanan yang bertebaran hingga ke dalam perumahan warga. Ia mengaku tak jarang pula kecelakaan terjadi akibat kondisi jalan rusak tersebut. “Kami juga punya hak untuk hidup sehat di negeri sendiri,” katanya.

Pasitoka menyebut, pada 2019 lalu, pihaknya juga melakukan aksi blokir jalan dengan tuntutan yang sama. Respons saat itu pemerintah provinsi berjanji akan menganggarkan perbaikan jalan untuk aspal hotmix di Desa Laiba dan Wakumoro pada 2020 ini.

“Faktanya apa? Bahwa kami hanya terus-terusan dijanji. Adalah wajar kalau warga di sini murka. Jadi langkah frontal dalam gerakan ini adalah buntut dari ingkar janji pemerintah yang selalu kami terima,” ujarnya.

Sebelumnya, 27 Juni 2020 lalu, sejumlah pihak dari stakeholder terkait sudah melakukan langkah mediasi terhadap masa aksi blokir jalan.

Hadir dalam upaya mediasi tersebut perwakilan Pemprov dari Dinas Sumber Daya Air (SDA) dan Bina Marga Sultra yakni Kasi Pembangunan Jalan dan Jembatan, Nurdin, dan Kasi Preservasi dan Peningkatan Jalan, Beny Indra.

Turut hadir pula Anggota DPRD Sultra, Marsudi, Kapolres Muna, AKBP Debby Asri Nugroho dan Kepala Dinas PUPR Muna, Eddy Uga.
Sayangnya, tidak ada titik temu dalam mediasi tersebut. “Mereka menawarkan pengaspalan penetrasi lagi seperti 2019 lalu tapi kami sudah tidak terima solusi itu soalnya dalam jangka waktu tiga bulan ternyata itu sudah rusak kembali,” kata Pasitoka.

Ia menjelaskan, pihaknya memberikan saran agar pekerjaan jalan di Kecamatan Tongkuni dibagi menjadi tiga ruas agar tiga ruas jalan tersebut dapat diperbaiki.

“Kami menawarkan alternatif bahwa anggaran jalan senilai 8 miliar untuk 3 kilo meter yang saat ini mulai dikerja di Kecamatan Tongkuno dibagi menjadi tiga titik dengan di Parigi. Desa Wakumoro dan Laiba masing-masing satu kilo meter,” pintanya.

Menanggapi permintaan warga, pihak Dinas SDA dan Bina Marga Sultra belum memberikan keputusan karena untuk pemindahan lokasi pengerjaan harus ada mekanisme yang mesti dirapatkan ditingkat panitia peneliti kontrak. (b).

You cannot copy content of this page