Reporter: Ardilan
Editor: Kang Upi
BAUBAU – Direktur UD Putra Pratama Kota Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra), Kuslan, berkomitmen membeli jagung kuning jenis hibrida dari petani se – kepulauan Buton (Kepton).
Langkah tersebut dilakukan pengusaha asal Buton Utara (Butur) ini, sebagai upaya ikut membantu memberdayakan petani jagung.
“Dipabrik saya ini bisa mengolah 1 ton jagung hibrida dalam waktu satu jam, jadi kalau sehari kita membutuhkan minimal 80 ton. Makanya jagung hibrida itu akan saya beli sebanyak-banyaknya. Siapapun petani datang ketemu saya, supaya saya turun lapangan. Kalau perlu kita kerjasama dengan pemerintah,” ucap Kuslan, ditemui di Pabrik UD Putra Pratama di Kelurahan Kampeonaho Wonco Kecamatan Bungi, Jum’at (1/11/2019).
Kuslan mengungkapkan, pabrik seluas empat hektar itu baru berjalan sekitar enam bulan atau mulai diresmikan pada Mei 2019 lalu. Selama beroperasi, pihaknya sudah mengolah kurang lebih 200 ton jagung hibrida.
“Kalau harga saya standarkan sekarang mulai Rp 2.500 per kilo. Harga yang kami tetapkan ini tidak akan pernah turun malah nantinya akan semakin naik. Kita juga punya namanya kartu pembeli jagung, untuk para petani yang akan saya sebar di masyarakat. Sementara baru 5000 lembar kartu untuk lima ribu kepala keluarga (KK),” paparnya.
BACA JUGA:
- Nekat Bawa Sabu Seberat 104.25 Gram dengan Upah Rp 2 Juta, Pria di Muna Ditangkap Polisi
- Kejari Muna Tahan Kapus Lohia Beserta Bendahara, Diduga Korupsi Anggaran JKN dan BOK
- DKPP RI Jatuhkan Sanksi Kepada Komisioner KPUD dan Bawaslu Konawe
Untuk suplai jagung hibrida, pihaknya menerima dari diseluruh wilayah Kepton, mulai Maligano, Labuan, Muna, Kabupaten Buton hingga Kota Baubau. “Tinggal Buton Selatan yang kami belum dapat,” ujarnya.
Ruslan menjelaskan, hasil olahan jagung hibrida dari pabriknya nanti bakal diekspor keluar negeri. Untuk sementara kata dia, ada tiga negara yang siap menerima yakni Taiwan, Arab Saudi dan Amerika Serikat (AS).
“Tiga negara saja yang saya pegang. Tapi itu kita belum tanda tangan MoU. Karena saya khawatir itu belum bisa kita layani, karena bahan baku belum maksimal. Kita ini tergantung permintaan, tapi mereka minta yang gelondongan, sudah jadi jagung giling ataupun jadi pakan,” terangnya.
Dia menambahkan, saat ini jumlah pekerja dipabriknya sebanyak 52 orang. Namun apabila bahan baku jagung hibrida sudah intens, dia berencana menambah jumlah pekerjanya.
“Nanti setelah jagungnya sudah maksimal teratur, kita akan tambah jadi seratus lebih karyawannya. Disini kami terima jagung yang sudah dibuka tongkolnya. Soalnya kekeringannya, yang penting sudah kering. Asal jangan basah. Karena kalau kita beli langsung dengan tongkol dan kulitnya saya ingat petaninya nanti rugi. Kita beli tidak ada batasan dan harga sama untuk wilayah yang sedaratan. Kalau sudah menyebrang laut beda lagi,” pungkasnya. (B)