Kendari

Fenomena La Nina, Wilayah Sultra Ini Berpotensi Diguyur Hujan Ekstra Lebat

395
×

Fenomena La Nina, Wilayah Sultra Ini Berpotensi Diguyur Hujan Ekstra Lebat

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi
Ilustrasi, Foto : Internet

Reporter : Ferito Julyadi

KENDARI – Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKB) mencatat, hingga akhir September 2020 pemantauan anomali iklim global di Samudera Pasifik Ekuator menunjukkan adanya anomali iklim La-Nina.

La Nina merupakan peristiwa terjadinya penurunan suhu permukaan laut di Samudera Pasifik bagian timur, yang menyebabkan peningkatan kecepatan angin pasat timur yang bertiup di sepanjang Samudera Pasifik.

Catatan historis menunjukkan, La Nina dapat menyebabkan terjadinya peningkatan akumulasi jumlah curah hujan bulanan di Indonesia hingga 40% di atas normalnya.

Untuk di Sulawesi Tenggara (Sultra), BMKG Kendari memperkirakan adanya anomali iklim tersebut akan mengakibatkan hujan yang ekstra lebat dibanding musim hujan biasanya.

“Saat musim hujan nanti, fenomena La Nina itu masih muncul. Sehingga musim hujannya kami waspadai lebih lebat dari musim hujan sebelumnya,” terang Kepala Maritim Klass II Kendari, Ramlan saat dihubungi via selulernya, Sabtu 3 Oktober 2020.

Ia memperkirakan, awal November 2020 akan terjadi musim peralihan atau pancaroba, sehingga akan terjadi hujan-hujan secara sporadis atau hujan dengan intensitas lebat.

Menurutnya, puncak musim hujan yang diperkirakan Januari – Februari 2021, akan mengguyur wilayah Sultra bagian selatan diantaranya Buton, Konawe Kepulauan dan Wakatobi.

“Untuk wilayah Konawe Utara, Konawe dan Buton Tengah biasanya puncak musim hujannya akan terjadi dua kali, yakni Januari – Februari 2021 kemudian berlanjut di Mei – Juni 2021,” terang Ramlan.

Dengan prakiraan musim hujan tersebut, pihaknya mengkhawatirkan dan mengantisipasi bencana pada wilayah lereng, karena bisa mengakibatkan longsor dan juga banjir.

“Tidak hanya lebih lebat, adanya fenomena La Nina juga membuat curah hujan di Indonesia termasuk Sultra lebih banyak dibandingkan dengan musim hujan sebelumnya,” ujarnya.

Sementara itu, BMKG Pusat dalam siaran persnya, Sabtu 3 Oktober 2020 menjelaskan, Indeks El Nino-Southern Oscillation (ENSO) menunjukkan suhu permukaan laut di wilayah Pasifik tengah dan timur dalam kondisi dingin.

Indeks ENSO juga mencatat selama enam dasarian terakhir tercatat dengan nilai anomali telah melewati angka -0.5°C, yang menjadi ambang batas kategori La Nina.

“Perkembangan nilai anomali suhu muka laut di wilayah tersebut masing-masing -0.6°C pada bulan Agustus, dan -0.9°C pada bulan September 2020,” ujar Kepala Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Herizal.

BMKG dan National Oceanic and Atsmopheric Adminitration (NOAA), Bureau of Meteorolgy (BoM), dan Japan Meteorologicial Agency memperkirakan La Nina dapat berkembang terus hingga mencapai intensitas La Nina Moderate pada akhir tahun 2020.

Sehingga, diperkirakan La Nina dan seluruh dampaknya akan mulai meluruh pada Januari 2021 hingga Februari 2021 dan berakhir di sekitar Maret 2021 hingga April 2021 mendatang.

Sementara itu, Lanjut Herizal, Oktober 2020 hingga November 2020 nanti peningkatan curah hujan bulanan akibat La Nina dapat terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia kecuali Sumatera.

“Selanjutnya pada Bulan Desember 2020 hingga Februari 2021, peningkatan curah hujan akibat La Nina dapat terjadi di Kalimantan bagian timur, Sulawesi, Maluku-Maluku Utara dan Papua,” terangnya.

Pada Oktober ini, tambahnya, beberapa zona musim di wilayah Indonesia diperkirakan akan memasuki Musim Hujan, di antaranya Pesisir Timur Aceh, sebagian Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Pulau Bangka, Lampung, Banten, sebagian Jawa Barat.

Selain itu, juga sebagian Jawa tengah, sebagian kecil Jawa Timur, sebagian Kalimantan Barat, sebagian Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, sebagian Kalimantan Timur, sebagian Kalimantan Utara, sebagian kecil Sulawesi, Maluku Utara dan sebagian kecil Nusa Tenggara Barat.

Peningkatan curah hujan seiring dengan awal musim hujan disertai peningkatan akumulasi curah hujan akibat La Nina berpotensi menjadi pemicu terjadinya bencana hidro-meteorologis seperti banjir dan tanah longsor.

BMKG berharap para pemangku kepentingan dapat lebih optimal melakukan pengelolaan tata air terintegrasi dari hulu hingga hilir misalnya dengan penyiapan kapasitas sungai dan kanal untuk antisipasi debit air yang berlebih.

“Kami mengimbau agar masyarakat terus memperbaharui perkembangan informasi dari BMKG dengan memanfaatkan kanal media sosial infoBMKG, atau langsung menghubungi kantor BMKG terdekat,” pungkasnya.

You cannot copy content of this page