Reporter: Muh. Ardiansyah R
Editor: Taya
KENDARI – Perusahaan tambang PT. Gema Kreasi Perdana (GKP) yang beroperasi di Kabupaten Konawe Kepulauan kembali berulah dengan membawa alat pengeboran melewati jalur lahan yang dimiliki warga setempat.
“Masyarakat telah membuat tenda dan pos penjagaan, untuk menghalau jika perusahaan tambang memaksa masuk menyerobot dan melewati jalur lahan milik untuk menuju di wilayah konsensi perusahaan,” kata Pendamping Masyarakat Penolak Tambang, Hafidah.
Sebelumnya, pada Agustus 2019, masyarakat Desa Sukarela Jaya, Kecamatan Wawonii Tenggara bersama Polda Sultra dan Polres Kendari telah menyepakati terkait alat berat milik PT GKP tidak boleh melewati jalur yang sama dan tidak ada aktivitas pertambangan.
“Sudah ada kesepakatan, Polda dan Polres bersama masyarakat untuk menyepakati alat PT. GKP untuk tidak melewati jalur yang sama dan tidak boleh ada aktivitas pertambangan,” ucapnya saat dihubungi melalui telepon seluler, Senin (30/12/2019).
Menurut Hafidah, PT GKP telah mengabaikan surat dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dengan nomor 131/TUA/XII/2019 tertanggal 13 Desember 2019.
“Sudah mengacu pada kesepakatan awal secara lisan, kita sudah mendapat rekomendasi dari Komnas HAM dan Komnas Perempuan. Disitu jelas tertulis tidak ada aktivitas pertambangan dulu,” ujar Hafidah.
Ia mengatakan, pihak Polsek dan Koramil Langgara telah berjanji bakal mempertemukan masyarakat dengan pihak perusahaan. Namun pihak PT GKP menolak untuk ditemui oleh masyarakat, melainkan pihak perusahaan hanya menginginkan bertemu dengan pendamping masyarakat penolak tambang.
“Masyarakat meminta untuk tiga perwakilan termasuk saya, untuk menemui PT GKP. Namum ditolak, kecuali saya. Warga dan saya pun menolak, karena kapasitas saya hanya sebagai pendamping, sementara keputusan ada di warga. Akhirnya komunikasi itu buntu dan tidak menemui kata sepakat,” bebernya.
Sementra itu, Legal Oficcer (LO) PT GKP Marlion mengakui pihaknya benar membawa alat pengebor menuju wilayah konsesi mereka. Namun tidak menggunakan jalur milik lahan masyarakat.
“Memang benar alat kami sudah naik sejak seminggu yang lalu, tapi menggunakan jalan desa seperti yang digunakan oleh masyarakat pada umumnya. Alat kami pun naik itu dengan cara dipikul oleh warga yang kami gaji,” ujarnya, saat di konfirmasi terkait alat pengebor memasuki lahan masyarakat.
Terkait alat PT GKP yang berada dalam lahan warga, Marlion mengatakan bahwa alat tersebut sudah masuk dalam wilayah konsesi perusahaan.
BACA JUGA :
- Dinas Pariwisata Sultra Terbaik Soal Keterbukaan Informasi Publik
- Wakil Ketua Komisi V DPR RI Bersama Direktur Bendungan dan Danau Kementrian PUPR Kunjungi Lokasi Bendungan Pelisika
- KPU Muna Barat Sukses Raih Penghargaan Peringkat I Terkait Pengelolaan Pelaporan Dana Kampanye
Marlion juga menuturkan PT GKP selalu terbuka bagi siapapun untuk melakukan pertemuan terkait persoalan tambang. Kata dia, pertemuan tidak serta merta langsung disahuti karena harus melalui mekanisme tertentu.
“Masyarakat bersurat secara resmi ke pihak perusahaan, entah siapa yang bakal menemui mereka apakah Direktur operasional ataukah siapa, yang jelas kami pasti temui. Tetapi kalau secara tiba – tiba itu kan tidak etis,” ungkapnya. (B)