KendariMETRO KOTA

Tunggak Iuran, Status Peserta JKN-KIS Nonaktif dan Siap Didenda

334
×

Tunggak Iuran, Status Peserta JKN-KIS Nonaktif dan Siap Didenda

Sebarkan artikel ini
Pemerintah telah mengeluarkan peraturan baru untuk mengatur kewajiban pembayaran iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Pemerintah telah mengeluarkan peraturan baru untuk mengatur kewajiban pembayaran iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) - Kartu Indonesia Sehat (KIS)

Reporter: Ruslan

Editor: Kang Upik

KENDARI – Pemerintah telah mengeluarkan peraturan baru untuk mengatur kewajiban pembayaran iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) – Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang mulai berlaku 18 Desember 2018.

Dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tersebut ditegaskan peserta JKN-KIS yang menunggak iuran selama sebulan maka status kepesertaan JKN-KIS dinonaktifkan.

Kepala BPJS Kesehatan Cabang Kendari dr Hendra J Rompas mengatakan, kewajiban ini berlaku bagi mereka yang tidak melakukan pembayaran iuran bulan berjalan sampai dengan akhir bulan. Apalagi menunggak lebih dari 1 bulan.

“Status kepesertaan JKN-KIS peserta tersebut akan diaktifkan kembali jika ia sudah membayar iuran bulan tertunggak, paling banyak untuk 24 bulan dan ketentuan ini berlaku mulai 18 Desember 2018,” ungkapnya kepada mediakendari.com, Kamis (20/12/2018).

Kata Hendra, kalau dulu hanya dihitung maksimal 12 bulan. Sekarang diketatkan lagi aturannya menjadi 24 bulan. Contohnya, peserta yang pada saat Perpres ini berlaku telah memiliki tunggakan iuran sebanyak 12 bulan.

“Maka pada Januari 2019 sedikit demi sedikit tunggakannya akan bertambah menjadi 13 bulan dan seterusnya pada bulan berikutnya, sampai maksimal jumlah tunggakannya mencapai 24 bulan,” jelasnya.

Aturan tersebut juga mengatur besaran denda layanan jika peserta terlambat melakukan pembayaran iuran JKN – KIS.

Untuk peserta yang menjalani rawat inap di fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) dalam waktu sampai dengan 45 hari sejak status kepesertaannya aktif kembali, maka ia akan dikenakan denda layanan sebesar 2,5 persen dari biaya diagnosa awal lNA-CBG’s. Adapun besaran denda pelayanan paling tinggi adalah Rp 30 juta.

Ketentuan denda layanan ini, lanjut Hendra, dikecualikan untuk peserta penerima bantuan iuran (PBI) dan peserta yang didaftarkan oleh pemerintah daerah serta peserta yang tidak mampu.

Menurutnya, ketentuan ini bukan untuk memberatkan peserta, tapi lebih untuk mengedukasi peserta agar disiplin dalam menunaikan kewajiban membayar iuran bulanan.

“Jangan lupa dibalik hak yang kita peroleh berupa manfaat jaminan kesehatan, ada kewajiban yang juga harus dipenuhi,” tutup Hendra. (a)

You cannot copy content of this page