NEWS

BKKBN Dorong Pemanfaatan Daun Kelor Untuk Atasi Stunting

1074
×

BKKBN Dorong Pemanfaatan Daun Kelor Untuk Atasi Stunting

Sebarkan artikel ini

MEDIAKENDARI.COM – Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr. (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) meminta kepada seluruh masyarakat untuk menggunakan produk lokal dalam upaya percepatan penurunan stunting, termasuk memanfaatkan daun kelor (moringa oleifera) yang telah terbukti memiliki berbagai macam nutrisi.

Pernyataan Hasto tersebut disampaikan saat menggelar acara Sosialisasi Percepatan Penurunan Stunting dan Launching Pemanfaatan Kelor untuk Stunting di Sulawesi Tengah yang digelar secara hybrid dan terpusat di PT. Kelor Organik Indonesia, Kecamatan Ulujadi, Kota Palu, Kamis (03/11/2022).

Acara ini juga dihadiri Anggota Komisi IX DPR RI Dr. M.Edy Wuryanto, SKP, M.Kap, Wakil Wali kota Palu dr. Reny A. Lamadjido, Sp.PK.,M. Kes, Irwasda Polda Sulteng Kombespol Asep Ahdiatna, S.I.K., M.H., Keloris Indonesia Ai Dudi Krisnadi serta Direktur Utama PT Kelor Organik Indonesia (KOI) Fransisca Yauri.

Dalam kesempatan tersebut Hasto mengatakan, Presiden Jokowi Widodo menaruh perhatian serius terhadap keberlangsungan produk lokal, terutama untuk makanan pendamping bagi ibu hamil dan baduta. Oleh karena itu Hasto mendorong daun kelor agar dikonsumsi oleh masyarakat karena harganya yang sangat murah dan mudah ditanam.

“Saya kalau bela produk lokal senang sekali, nah kelor produk lokal ini yang buat saya semangat karena produk lokal dan manfaatnya luar biasa sesuai arahan Pak Presiden Joko Widodo untuk mendorong penggunaan produk lokal,” kata Hasto.

Baca Juga : Kanwil Kemenag Yogyakarta dan BKKBN Evaluasi Penerapan Aplikasi Elsimil

Hasto menjelaskan, daun kelor mengandung kalsium yang sangat tinggi yakni empat kali lipat lebih tinggi daripada susu. Selain itu daun kelor juga tinggi Vitamin C bahkan tujuh kali lipat daripada buah Jeruk.

Oleh karena itu Hasto mengimbau kepada calon pengantin agar mengkonsumsi daun kelor minimal tiga bulan sebelum menikah. Tingginya asam folat yang ada dalam daun kelor, kata Hasto, dapat membantu ibu hamil agar tidak terjadi anemia atau kekurangan darah saat mengandung yang akan berakibat lahirnya bayi stunting baru.

“Program produk lokal harus diutamakan. Perangi stunting tidak harus mahal, tapi protein hewani juga penting. Kelor memang mengandung asam amino luar biasa, tapi untuk menyempurnakan konsumsi juga telur dan ikan,” ucapnya.

Hasto menegaskan bahwa Provinsi Sulawesi Tengah, khususnya Kota Palu memiliki sumber daya pangan lokal yang berlimpah termasuk telur dan ikan. Masyarakat pun diminta untuk mengubah pola pikir agar tidak lagi konsumtif lantaran kerap membeli produk pangan impor untuk memenuhi kebutuhan sehari sehingga produk lokal menjadi pilihan kedua.

“Maka sekarang harus membela dan membeli produk sendiri. Kita terlalu banyak uang kita dibuang ke luar negeri. Kita berdikari harus beli produk lokal karena target Pak Presiden Joko Widodo stunting harus turun 14 persen dan produk lokal harus digalakan. Insya Allah dengan daun kelor stunting di Pau bisa 14 persen,” tegasnya.

Baca Juga : Dompet Dhuafa Sultra Luncurkan Program SLI di Wakatobi

Sementara itu Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto mengatakan, Indonesia memiliki kekayaan alam melimpah yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber makanan sehat, salah satunya daun kelor.

Edy menilai, stunting merupakan masalah yang sulit dan kompleks. Salah satu masalah utamanya adalah gizi buruk yang tidak bisa diatasi selama bertahun-tahun. Dengan dimanfaatkan daun kelor sebagai sumber nutrisi baru diharapkan dapat membantu mencegah anak menjadi stunting.

“Ada 18 asam amino, Vitamin B1, B2, tinggi kalsium pada daun kelor. Oleh karena itu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) mengambil kelor untuk peristiwa mal nutrisi di negara yang memiliki gizi buruk,” ungkap Edy.

Edy menilai jika daun kelor dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat maka akan menjadi strategi untuk memerangi stunting yang prevalensinya saat ini masih 24,4%. Sementara Presiden Joko Widodo memberikan target stunting harus turun di angka 14% pada 2024 mendatang.

Komisi IX kata Edy, mendukung penuh BKKBN dalam upaya mencapai target penurunan stunting tersebut, salah satunya dengan menyediakan anggaran yang cukup dalam upaya percepatan penurunan stunting nasional.

Baca Juga : Sambut HUT Brimob ke 77, Brimob Polda Sultra Gelar Anjangsana

“Tapi tanpa peran bapak ibu nggak mungkin. Saya support persoalan stunting selesai. Potensi kelor Indonesia tinggi, semoga ini bagian dari kita perangi stunting,” ucapnya.

Senada dengan Edy, Wakil Wali kota Palu, dr. Reny A. Lamadjido, Sp.PK.,M. Kes juga mendorong daun kelor sebagai produk lokal yang bisa terus dikonsumsi oleh masyarakat, terutama warga Kota Palu. Bahkan dia berkelar bahwa dirinya bisa menjadi dokter lantaran sering mengkonsumsi daun kelor.

“Saya bisa jadi dokter karena kelor. Kalau dilihat dari postur tubuh saya stunting, tapi saya tidak. Kalau pendek belum tentu stunting karena saya dokter jadi agak pintar sedikit,” kelakarnya.

Sebagai seorang dokter, Reny pun sangat perhatian terhadap masalah stunting di daerah. Oleh karena itu prevalensi stunting Kota Palu ada di bawah standar nasional yakni 23%.

“Semoga 2023 tidak naik lagi makannya makan kelor biar tidak stunting. Kami, Pemda Palu 200 persen mendukung keloris yang ada di Kota Palu,” ungkapnya.

Baca Juga : Abu Hasan Tanggapi Isu Dirinya Bakal Tampil Kembali di Pilkada Butur 2024

Memasak yang Benar “Airnya dipanaskan dulu sampai mendidih, bisa ditambah gambas. Setelah mendidih apinya matikan, nggak boleh ada api lalu gak boleh ada ranting karena di ranting ada anti nutrin. Setelah itu dimasukan diaduk ditutup. Hangat baru dimakan,” kata Dudi.

Dudi menilai, cara memasak daun kelor dengan cara seperti itu terbukti ampuh menekan angka stunting pada anak dan telah diuji coba di Kabupaten Blora. Dalam tiga bulan angka stunting di Blora menjadi turun signifikan setelah konsumsi daun kelor.

“Terakhir saya ingin mengingatkan bahwa sebetulnya kalau anak stunting diberi sayur kelor bisa naik 5-9 sentimeter itu ukurannya pasti, dengan catatan masuk ke dalam mulutnya anak,” ungkapnya.

Dudi menjelaskan bahwa tumbuhan kelor bisa hidup dengan mudah dari Sabang hingga Marauke. Bahkan Dudi mengklaim bahwa tanaman kelor adalah tanaman asli Indonesia, tepatnya di Sulawesi bukan dari India seperti yang telah diklaim sebelumnya.

“Saya klaim kelor bukan dwri India tapi dari Sulawesi. Kelor di India nggak ada yang ditanam di depan rumah. Karena kita kalah klaim jadi di klaim. India ekspor 80 persen. Setelah stunting di Indonesia selesai kita juga akan menjadi penghasil kelor dunia,” harapnya.

Acara tersebut ditutup dengan pemberian bibit kelor kepada Babinsa dan Babinkabtibmas beserta PLKB dan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Provinsi Sulawesi Tengah. Tidak hanya itu, BKKBN juga memberikan bantuan program Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS) dan keluarga berisiko stunting kepada lima ibu hamil dan lima anak stunting

You cannot copy content of this page