KONAWE

Menyoal Desa Fiktif, DPRD Konawe Tolak Arahan DPRD Provinsi

180
×

Menyoal Desa Fiktif, DPRD Konawe Tolak Arahan DPRD Provinsi

Sebarkan artikel ini
Ketus Komisi I DPRD Konawe, Benny Setiady Burhan SE. Foto: Ist

Reporter: Indi

Unaaha- Sebelum pandemi corona menjadi pusat perhatian, beberapa waktu lalu publik sempat dihebohkan dengan adanya 56 desa fiktif di Kabupaten Konawe. Sayangnya, dengan adanya pandemi corona kehebohan mengenai desa fiktif tersebut berangsur-angsur hilang.

Lantas, apa kabarnya 56 desa fiktif?, melalui sambungan seluler Mediakendari.com mewawancarai Ketua Komisis I DPRD Konawe sekaligus Ketua Pansus, Benny Setiady Burhan SE., Selasa 28 April 2020, mengatakan saat ini pihaknya intens melakukan komunikasi dengan Dirjen Bina Pemerintahan Desa Kemendagri.

“Komunikasi terakhir dengan dirjen, kami diberikan batas waktu hingga 8 Mei 2020 mendatang, berdasarkan draft perda (penggabungan dan penghapusan desa) yang dikirimkan bulan Maret lalu,” jelasnya.

Diakuinya pendefinitifan 56 desa berlangsung lama dikarenakan adanya pandemi corona, namun akhirnya pihaknya harus bergerak cepat karena batas waktu yang diberikan semakin dekat.

Ditarget 8 Mei mendatang, santer terdengar DPRD Konawe menolak arahan DPRD Provinsi untuk menyetujui dua draft perda berdasarkan surat yang dikirim ke DPRD Konawe.

“Iya itu memang benar, simpel saja DPRD Konawe ikut ke Kementerian sesuai dengan draft perda penggabungan dan penghapusan desa yang dikirim ke kami. Jadi kami minta maaf kepada DPRD Provinsi, tentu arahan kementerian yang akan kami ikuti,” tegasnya.

Olehnya berdasarkan draft perda kementerian, politisi PAN tersebut membeberkan dari 56 desa nantinya hanya ada 53 desa yang akan didefinitifkan. Tiga desa lainnya akan digabung karena tidak memenuhi syarat sebagai desa.

Ketiga desa yang dimaksud yakni, Desa Wiau Kecamatan Routa, Desa Napooha Kecamatan Latoma dan Desa Arombu Utama Kecamatan Latoma. Desa Wiau akan digabungkan ke Desa Parudongka, Desa Napooha ke Desa Nesowi dan Desa Arombu Utama menjadi satu dengan Desa Latoma Jaya.

“Ketiga desa ini kemudian dilebur dengan desa lainnya, karena jumlah penduduk dan luas wilayahnya tidak memenuhi syarat sebagai desa,” tandasnya.

You cannot copy content of this page