Advertorial

Potensi Kebencanaan di Provensi Sultra Menjadi Perhatian Penting BNPB-RI

648
×

Potensi Kebencanaan di Provensi Sultra Menjadi Perhatian Penting BNPB-RI

Sebarkan artikel ini
Gubernur Sultra H. Ali Mazi saat kunjungan kerja di Kepala BNPB-RI.

Redaksi

KENDARI – Gempa di Laut Flores 7,8 magnitudo pada tahun 1992 ikut mengirimkan tsunami ke Pasarwajo, di Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Kota di pesisir Teluk Buton itu memang tepat berhadapan dengan Laut Flores (di barat daya) dan Laut Banda (di utara). Gelombang tinggi itu menghantam pesisir dan menyebabkan kerugian materi dalam jumlah besar. Tsunami yang sampai ke pesisir Teluk Buton setinggi 74 cm di atas tanah atau 1,5 meter di atas permukaan laut rata-rata.

Dari Laut Flores hingga ke Pasarwajo, jalaran tsunami tersebut menyebabkan total 2.500 korban jiwa. Kesaksian ini dicatat dalam Katalog Tsunami Indonesia Tahun 416-2018, terbitan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG: Jakarta, 2019).

Pergerakan bumi di sekitar Pasarwajo juga lumayan masif. Laporan BMKG paling akhir terkait Tanggapan Gerakan Tanah terjadi di Kaongkeokea, Pasarwajo, pada tanggal 8 Juli 2020, pukul 18:36:41 WITA.

Bencana di tahun 1992 itulah yang mendasari tindakan major mitigation yang dilakukan Gubernur Sultra H. Ali Mazi, SH. Tidak main-main, untuk menyelamatkan 97.670 jiwa penduduk Kabupaten Buton yang tersebar di tujuh kecamatan mulai dari Lasalimu hingga Kapontori opsi pemindahan kota harus dilakukan.

Area kota baru Pasarwajo telah disiapkan. Lokasinya lebih tinggi beberapa kali dari batas maksimum capaian gelombang tsunami. Desainnya pun secara bertahap dirampungkan. Namun, untuk memindahkan kota perlu pelibatan semua pihak di tingkat pusat dan daerah, mulai dari Kementerian PUPR, Bappenas, dan lainnya bahkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Republik Indonesia (BNPB-RI).

Menindaklanjuti pembicaraan mengenai hal ini dalam kunjungan kerja Kepala BNPB-RI Letnan Jenderal TNI Doni Monardo ke Kendari pada November 2020 lalu, Gubernur Ali Mazi melakukan kunjungan kerja balasan ke Graha BNPB-RI, Jakarta Timur. Gedung ini juga dijadikan Markas Utama Satuan Tugas Penanganan Covid-19 sejak 2 Maret 2020.

Dalam pertemuan koordinasi dan konsultatif tersebut Gubernur Ali Mazi bersama Asisten I Setprov. Sultra Basiran, Kepala BNPB Prov. Sultra Muhammad Yusup, dan Danrem 143/HO Kendari Brigjen TNI Jenny A. Siahaan. Sedangkan Kepala BNPB-RI Doni Monardo bersama Inspektur Utama Tetty Saragih, dan Direktorat Pemulihan dan Peningkatan Fisik Ali Bernardus.

Dalam pertemuan tersebut Gubernur Ali Mazi dan Kepala BNPB-RI Doni Monardo membicarakan pemindahan permukiman warga Pasarwajo di pesisir Teluk Buton, masih akan ditindaklanjuti dengan verifikasi untuk melihat kondisi sesungguhnya yang terjadi di sana dan bagaimana langkah mitigasinya. Verifikasi juga dilakukan untuk melihat seberapa besar dampak bencana yang ditimbulkan, utamanya dampak tsunami yang dapat terjadi setiap saat.

Kepala BNPB-RI Doni Monardo menyatakan bahwa kendati tidak dapat dipastikan kapan, namun kemungkinan tsunami masih akan terjadi di Pasarwajo, atau di pesisir Kabupaten Buton yang menghadap langsung Laut Flores dan Laut Banda.

“Jika suatu daerah pernah dilanda tsunami, maka kemungkinan besar daerah tersebut masih akan menerima impact yang sama, entah kapan,” kata Kepala BNPB-RI Doni Mornado.

Sejumlah usulan Gubernur Ali Mazi terkait rehabilitasi dan rekonstruksi paska bencana longsor dan banjir besar tahunan pada tahun 2019 dan tahun 2020, yang terjadi di beberapa kab/kota di Sultra (Kolaka, Kolaka Utara, Kolaka Timur, Konawe Utara, Konawe, Konawe Selatan, dan Bombana), juga akan segera ditindaklanjuti oleh BNPB-RI setelah dilakukan verifikasi tahap awal. “Verifikasi tersebut bertujuan untuk mendeteksi besaran dan dampak bencananya seperti apa,” jelas Gubernur Ali Mazi.

Aliran Sungai Wanggu juga mendapat perhatian serius Gubernur Ali Mazi dan Kepala BNPB-RI Doni Monardo. Sedimentasi (proses pendangkalan) yang terjadi di muara sungai ini, ikut menyebabkan pendangkalan pada dasar Teluk Kendari.

Volume sedimen yang masuk ke Daerah Aliran Sungai (DAS) Wanggu sebagian besar disumbangkan oleh aktivitas pertambangan dan kegiatan masyarakat di dua kabupaten/kota yang dilalui sungai ini. DAS Wanggu merupakan bagian dari Sungai Lasolo – Sampara, yang secara administratif meliputi Kota Kendari (di Kecamatan Mandonga, Baruga dan Anduonohu), dan Kabupaten Konsel (di Kecamatan Ranomeeto, Moramo dan Konda).

Pertemuan tersebut berhasil mendorong sejumlah keputusan penting terkait kebencanaan di Provinsi Sultra. Kedua belah pihak menjadikan potensi kebencanaan di Sultra sebagai perhatian serius dan harus mendapat penanganan khusus.

“Khususnya pemerintah provinsi. Sebab, potensi kebencanaan ini adalah dampak dari masifnya aktivitas masyarakat yang berada di perlintasan sungai, utamanya areal-areal penambangan dan aktivitas manusia yang tidak bersahabat dengan alam,” demikian Kepala BNPB Prov. Sultra Muhammad Yusup. (ADV)

You cannot copy content of this page